REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby, mengungkapkan, ada puluhan penyumbang fiktif dalam dana kampanye kedua paslon capres-cawapres Pemilu 2019. Penyumbang fiktif ini berasal dari perseorangan maupun kelompok.
Menurut Ola, temuan itu berdasarkan penelusuran terhadap laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) yang telah disampaikan. "Ditemukan adanya penyumbang perseorangan dengan identitas fiktif atau penyumbang fiktif, pada paslon capres-cawapres Jokowi- Ma'ruf Amin. Jumlah penyumbang fiktif sebanyak 18 orang," ujar Ola dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (21/1).
Selain itu, paslon capres-cawapres Prabowo-Sandiaga Uno juga mendapat sumbangan dana fiktif dari 12 orang penyumbang. "Dari ketegori sumbangan kelompok, JPPR menemukan adanya penyumbang kelompok dengan identitas fiktif sebanyak dua pihak kepada paslon 02," lanjut Ola.
Selain dua temuan tersebut, JPPR juga mengkritisi format LPSDK. Berdasarkan hasil temuan JPPR, LPSDK hanya memuat nama penyumbang. Hal ini tidak sesuai dengan aturan yang tertuang dalam PKPU No 34 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye, bahwa penyumbang harus mencantumkan identitasnya seperti, NPWP, KTP, dan alamat peyumbang.
Selanjutnya, format LPSDK kedua paslon juga tidak melampirkan identitas penyumbang, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi,yang bertentangan dengan Pasal 335 Ayat 4 UU Pemilu. Kondisi ini tentu menyulitkan masyarakat (pemilih) dalam melakukan investigasi lapangan terhadap sumbangan dana kampanye.
"Maka nantinya ada potensi dugaan pelanggaran tindak pidana yang dilakukan oleh paslon Jokowi- Ma'ruf Amin dan pasangan calon Prabowo-Sandiaga Uno dalam hal kebenaran identitas penyumbang dalam laporan LPSDK," tegas Ola.
Dia menambahkan, merujuk kepada UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, pada pasal 497, setiap orang dengan sengaja memberikan keeterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta. Kemudian, pasal 496 menegaskan bahwa Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1), ayat (2), dan/atan ayat (3) serta Pasal 335 ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.