REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Keluarga dan teman korban bom Bali pada 2002 marah dengan pembebasan tanpa syarat yang Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Ustaz Abu Bakar Baasyir. Bom Bali menewaskan pada 202 jiwa dan 88 diantaranya warga negara Australia.
"Tertegun bahwa ia akan dibebaskan, benar-benar berita yang menghancurkan sebagaimana sepenuhnya ia akan menjalani hidupnya sementara orang lain menderita melihatnya keluar dari penjara," kata Jan Laczynski, yang kehilangan lima orang temannya dalam Bom Bali, kepada the Sydney Morning Herald, Jumat (18/1).
Baca Juga
- Ditjen PAS: Baasyir Tolak Teken Surat Kesetiaan kepada NKRI
- Pengacara: Ustaz Baasyir tidak Pernah Minta Grasi ke Jokowi
- Ini Kata Ustaz Abu Bakar Baasyir Setelah Bebas
The Sydney Morning Herald menulis, Joko Widodo membebaskan Baashir untuk menarik suara Muslim konservatif dalam pemilihan presiden yang akan digelar pada 17 April 2019 mendatang. Mereka juga menulis kemungkinan besar keputusan ini akan diprotes keras oleh sekutu-sekutu Indonesia terutama Australia yang kehilangan banyak nyawa dalam kejahatan Baasyir.
Sebelumnya, diberitakan Jokowi menyebut pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dilakukan atas dasar pertimbangan alasan kemanusiaan. "Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan," kata Joko Widodo.
Media-media Australia memberikan kecaman cukup keras atas pembebasan Baasyir. ABC News menulis, pada awal tahun ini calon wakil presiden (cawapres) Maaruf Amin mendesak Baasyir dibebaskan karena usianya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Pada saat itu, tulis ABC News, Australia menentang dengan keras pembebasan tanpa syarat Baasyir.
Pada bulan Maret 2018, Mantan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menggambarkan Baasyir sebagai 'otak' dibalik serangan Bom Bali. Dalam pernyataannya, Bishop mengatakan, Australia mengharapkan keadilan terus dilanjutkan sejauh yang diizinkan hukum Indonesia.
"Abu Bakar Baasyir seharusnya tidak pernah diizinkan untuk menghasut orang lain melakukan serangan terhadap warga sipil yang tidak bersalah di masa depan," kata pernyataan Bishob tersebut.