REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Debat perdana calon presiden dan calon wakil presiden yang digelar pada Kamis (17/1) malam dinilai tak mampu menggeser preferensi pemilih. Debat tersebut juga dinilai tak mampu menonjolkan program kerja untuk hukum, terorisme, korupsi, dan HAM.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menuturkan, pada debat pertama ini publik disuguhi tontonan debat yang kurang berkualitas dan terkesan hanya untuk memenuhi kewajiaban atas ketentuan undang-undang. "Saya belum terlalu yakin terjadi pergeseran selera yang awalnya memilih Jokowi kemudian menyeberang atau banting setir memilih Prabowo dan sebaliknya," kata Pangi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/1).
Pangi menilai, debat putaran pertama berjalan kaku dan kurang menarik serta masih sangat jauh dari harapan publik. Visi-misi yang disampaikan kedua pasangan calon juga, kata dia, belum menyentuh akar persoalan dan justru kedua kandidat terjebak pada retorik general yang bersifat normatif.
Dari segi penyelenggaraan, kata Pangi, belum terlihat upaya serius dengan membuat format debat yang tidak kaku dan terlalu banyak aturan. "Debat pilpres bercita rasa cerdas cermat. Khitah debat sebagai salah satu metode kampanye mencapai target dan sasarannya, menarik minat, dan mencerdaskan publik," ujar dia.
Pangi juga memberikan sejumlah catatan pada performa kedua paslon dalam debat tersebut. Pertama dari segi penguasaan masalah, ia menilai, kedua kandidat masih belum mampu menunjukkan kapasitas terbaiknya. Menurutnya, ada beberapa segmen di mana pernyataan kandidat tidak nyambung, di luar konteks, dan tidak menjawab inti persoalan.
Kedua dari aspek program kerja, Pangi juga menilai, kandidat belum menawarkan program kerja yang nyata. Bahkan, Pangi menyoroti Jokowi sebagai pejawat yang justru tampak seperti pendatang baru dengan visi baru.
Ketiga, dari segi komunikasi, Pangi juga menilai, Jokowi lebih emosional dibanding kubu Prabowo yang lebih santai. Namun, momentum politik untuk penantang untuk menyerang pejawat jika memang dianggap gagal pun tidak dimanfaatkan.
"Jadi, pejawat lebih agresif, sementara sang penantang seperti tak punya beban dan enjoy," ujar Pangi.
Ia pun berharap agar dalam debat selanjutnya ada perbaikan dalam format debat yang tidak kaku, debat pilpres yang bercita rasa cerdas cermat. Menurutnya, evaluasi terhadap penyelenggaraan debat pertama perlu dilakukan, termasuk pemberian kisi-kisi pertanyaan yang membuat capres dan cawapres tidak sungguh-sungguh berselancar dengan pikirannya dan tidak berpetualang dengan ide serta gagasan besar.