REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal menindaklanjuti fakta-fakta baru, yang muncul dalam sidang kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta di Bekasi. Salah satunya, soal permintaan Mendagri Tjahjo Kumolo agar izin proyek Meikarta dibantu.
Namun, KPK belum menjadwalkan pemeriksaan untuk politikus PDI Perjuangan tersebut. Sebelumnya, Tjahjo menegaskan siap diperiksa oleh penyidik KPK bila keterangannya dibutuhkan.
"Bagus kalau para pejabat negara menyampaikan siap untuk diperiksa. Namun bagi KPK tentu hal pentingnya adalah apakah dibutuhkan pemeriksaan atau tidak," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (17/1).
Febri menuturkan, bila dibutuhkan keterangannya oleh penyidik, maka itu menjadi wewenang penyidik untuk melihat fakta-fakta yang sudah didapatkan. "Misalnya dari hasil pemeriksaan Neneng, dari hasil pemeriksaan Dirjen Otonomi Daerah dan juga dari fakta persidangan. Jika dibutuhkan tentu dapat diminta keterangan sebagai saksi.Tapi jika tidak dibutuhkan atau belum dibutuhkan maka proses penyidikan akan berjalan melakukan kegiatan-kegiatan yang lain, akan dianalisis terlebih dahulu," terang Febri.
KPK menemukan ada kejanggalan dalam perubahan aturan tata ruang untuk pembangunan Meikarta. Sebab, berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BPKRD) Jawa Barat, proyek Meikarta mendapatkan Izin Peruntukkan Penggunaan Tanah (IPPT) hanya seluas 84,6 hektare.
Namun, Meikarta justru akan dibangun seluas 500 hektare. Disinyalir ada pihak yang sengaja merubah aturan tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Bekasi.
Diduga, aturan tersebut sengaja dirubah oleh anggota DPRD Bekasi serta sejumlah pihak untuk memuluskan proyek pembangunan Meikarta. KPK bahkan telah menemukan fakta-fakta kuat jika proses perizinan Meikarta sudah bermasalah sejak awal.
Termasuk, mengantongi nama-nama yang terlibat dalam skandal suap Meikarta tersebut. Penyidik bahkan telah memeriksa sejumlah pihak Kemendagri, Pemprov Jabar, Pemkab Bekasi, legislator Jabar dan petinggi Lippo Group untuk mengungkap fakta-fakta baru tersebut.
Dalam kasus ini, Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin beserta kroninya diduga telah menerima hadiah atau janji dari petinggi Lippo Group agar memuluskan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Total iyang dijanjikan Lippo Group itu sebanyak Rp 13 miliar.
Namun, pemberian uang suap yang telah terealisasi untuk Neneng Hassanah Yasin dan kroninya yakni sekira Rp 7 miliar. Uang Rp 7 miliar telah diberikan para petinggi Lippo Group kepada Neneng Hassanah Yasin melalui para kepala dinas.
Mendagri Tjahjo Kumolo telah mengatakan, siap memberikan kesaksian ke penyidik KPK terkait kasus dugaan suap proyek Meikarta. Itu setelah adanya pengakuan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah pada persidangan, Senin (14/1), yang menyatakan dirinya pernah diminta Tjahjo Kumolo membantu pengurusan izin Meikarta.
"Dengan munculnya telepon ini, kalau saya diperlukan kesaksian, saya siap hadir," ujar Tjahjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/1).
Tjahjo sebelumnya disebut dalam persidangan dugaan suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat. Tjahjo, menurut Bupati Neneng meminta tolong kepada dirinya untuk membantu pengurusan perizinan Meikarta.
"Tjahjo Kumolo bilang kepada saya, 'Tolong perizinan Meikarta dibantu'," ujar Neneng dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/1).