REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan industri pariwisata sangat rentan terganggu oleh bencana apabila tidak dikelola dengan baik.
"Dampak bencana akan memengaruhi ekosistem pariwisata dan pencapaian target kinerja pariwisata," katanya di Jakarta, Rabu (16/1).
Ia menambahkan pariwisata kerap kali diasosiasikan dengan kesenangan dan wisatawan melihat keamanan dan kenyamanan sebagai satu hal penting dalam berwisata.
Dalam hal tersebut, bencana merupakan salah satu faktor yang sangat rentan memengaruhi permintaan wisatawan dalam industri pariwisata. "Beberapa kejadian bencana telah menyebabkan dampak terhadap industri pariwisata. Tentu ini menjadi pembelajaran bagi kita semua," tambahnya.
Ketika Gunung Merapi meletus pada 2010, terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan di beberapa objek wisata di Yogyakarta dan Jawa Tengah hingga hampir 50 persen.
Bencana kebakaran hutan dan lahan pada Agustus hingga September 2015 juga menyebabkan 13 bandara tidak bisa beroperasi karena jarak pandang yang pendek dan membahayakan penerbangan.
"Bandara harus ditutup, berbagai acara internasional ditunda, pariwisata betul-betul tertekan," katanya.
Letusan Gunung Agung di Bali pada 2017 juga menyebabkan wisatawan berkurang hingga 1 juta orang dan kerugian sektor pariwisata mencapai Rp11 triliun.
Begitu pula dengan gempa beruntun di Lombok pada 2018 yang menyebabkan penurunan wisatawan hingga 100 ribu orang dan kerugian sektor pariwisata mencapai Rp 1,4 triliun.
Ketika tsunami selat Sunda terjadi pada akhir 2018, kerugian ekonomi sektor pariwisata juga mencapai ratusan miliar.
Sutopo mengemukakan mitigasi bencana, baik struktural dan nonstruktural, di kawasan pariwisata masih sangat minim. "Mitigasi bencana harus ditempatkan menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan sektor pariwisata," katanya.