REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) FH Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan kesepakatan membatasi pertanyaan untuk kasus spesifik dalam segmen terbuka debat capres putaran pertama hanya akan menimbulkan kecurigaan. "Kalau diatur dan ada kesepakatan supaya ada kasus-kasus yang tidak boleh disinggung dalam segmen terbuka justru akan menimbulkan kecurigaan bagi publik," ujar Feri ketika dihubungi di Jakarta, Ahad (13/1).
Feri mengatakan hal tersebut ketika menanggapi adanya kesepakatan antara KPU dan timses kedua pasangan calon untuk tidak membahas kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kasus korupsi secara spesifik di dalam debat terbuka. "Masyarakat malah akan curiga, jangan-jangan kasus itu memang melibatkan atau kegagalan paslon dalam mengatasi kasus-kasus tersebut," ucap Feri.
Feri mengatakan debat capres secara terbuka seharusnya digunakan oleh para pasangan calon untuk menjawab pertanyaan terkait kasus-kasus itu agar prasangka publik terhadap masing-masing pasangan calon atas isu-isu tertentu bisa terselesaikan. "Sayang sekali bagi capres kalau tidak bisa menggunakan kesempatan itu untuk memberikan klarifikasi terhadap isu-isu tertentu," tambah Feri.
Menurut Feri, tugas pasangan calon dan tim suksesnya adalah mencari cara untuk bisa memberikan jawaban yang memuaskan banyak pihak dalam debat capres terbuka.
Debat putaran pertama antarcalon presiden dan wakil presiden pada pemilihan Presiden 2019 akan digelar oleh Komisi Pemilihan Umum pada 17 Januari 2019. Debat ini fokus pada tema hukum, korupsi, hak asasi manusia, dan terorisme.
KPU juga mengeluarkan keputusan atas kesepakatan bersama tim sukses kedua pasangan calon untuk menyediakan satu segmen yang menerapkan pertanyaan tertutup dan bersifat rahasia. Sementara dalam segmen lainnya pertanyaan yang akan diberikan dibatasi untuk tidak membahas kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi secara spesifik.