Sabtu 12 Jan 2019 14:26 WIB

Jelang Pemilu, Empat Parpol Ini Alami Kenaikan Elektabilitas

Kenaikan disebabkan oleh efek ekor jas maupun manuver elite-elite partai.

Rep: Rizkyan adiyudha/ Red: Esthi Maharani
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Wakil Presiden keenam Try Sutrisno, Wakil Presiden kesembilan Hamzah Haz dan Calon Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin menghadiri acara puncak peringatan HUT PDIP ke 46 di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (10/1).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Wakil Presiden keenam Try Sutrisno, Wakil Presiden kesembilan Hamzah Haz dan Calon Wakil Presiden RI KH Ma'ruf Amin menghadiri acara puncak peringatan HUT PDIP ke 46 di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (10/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei yang dilakukan lembaga Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research menunjukkan adanya sejumlah partai politik (parpol) yang mengalami kenaikan elektabilitas jelang pemilu 2019. Kenaikan bisa disebabkan oleh efek ekor jas maupun manuver yang dilancarkan elite-elite partai.

Hasil survei menunjukan, di antara lima besar parpol, PDIP dan Gerindra paling banyak mengalami kenaikan elektabilitas. Elektabilitas PDIP meningkat dari 23,1 persen pada survei periode November 2018 menjadi 25,7 persen. Sedangkan Gerindra naik dari 12,3 persen menjadi 14,7 persen dalam kurun waktu yang sama.

Baca Juga

"Kenaikan elektabilitas PDIP dan Gerindra tidak mengherankan, mengingat kedua parpol adalah pengusung utama calon presiden dan calon wakil presiden,” kata Direktur Eksekutif indEX Research Vivin Sri Wahyuni dalam siaran pers, Jumat (12/1).

Sementara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) relatif stabil pada kisaran 7,3 hingga 7,5 persen. PKB diketahui memiliki hubungan erat dengan basis Nahdlatul Ulama (NU) dan sosok calon wakil presiden (cawapres) Ma’ruf Amin. Namun, Vivin menilai jika relasi itu masih belum berdampak signifikan mengerek elektabilitas capres pasangannya, Jokowi.

“Mesin kampanye PKB dan Kiai Ma’ruf tampak belum sinkron,” ungkap Vivin.

Sebaliknya, Golkar mengalami penurunan paling dalam dari sebelumnya 12,8 persen menjadi tinggal 9,8 persen. Penurunan serupa juga dialami Demokrat yang melemah dari 5,4 persen menjadi 4,6 persen.

Menurut Vivin, tidak terwakilinya Golkar dan Demokrat dalam pasangan calon presiden (capres) dan cawapres memberikan sumbangsih atas penurunan tersebut. Dia mengatakan, ketidakterwakilan itu menjadikan semangat caleg-caleg di basis suara turut merosot.

Vivin mengungkapkan, pemilu yang berjalan serentak kali ini lebih banyak didominasi wacana pertarungan Pilpres. Dia melanjutkan, di antara strategi yang dilakukan, Golkar merekrut Tuan Guru Bajang (TGB) yang sempat digadang-gadang sebagai capres, sedangkan manuver Andi Arief dapat dibaca kaitannya dengan menjaga elektabilitas Demokrat.

Hasil survei juga cenderung menunjukan stabilitas tingkat keterpilihan pada papan menengah ke bawah. Yang paling mengalami kenaikan adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Berkarya.

"PSI naik dari 1,2 persen menjadi 2,3 persen, sedangkan Berkarya dari sebelumnya hanya 0,1 persen menjadi 0,8 persen," ungkap Vivin.

Menurut Vivin, baik PSI maupun Berkarya mengandalkan strategi melontarkan isu-isu kontroversial untuk mendapatkan efek elektoral. Dia mengatakan, PSI memanfaatkan isu-isu sensitif seperti Perda Syariah, poligami, hingga ucapan selamat Natal. Sedangkan Berkarya menjual Soeharto sebagai Bapak Pembangunan pada era Orde Baru.

Sebelumnya, survei indEX Research dilakukan pada 15-24 Desember 2018, dengan jumlah responden 1200 orang. Metode survei adalah multistage random sampling dengan margin of error ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement