Jumat 11 Jan 2019 01:00 WIB

Geografi Diusulkan Jadi Pelajaran Wajib

Di SMA, pendidikan geografi belum diberikan pada semua individu.

geografi ilustrasi
Foto: Lights of Mankind: Earth at From Space/NASA
geografi ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas geografi di Indonesia mengusulkan mata pelajaran geografi dijadikan pelajaran wajib dalam pendidikan dasar dan menengah. "Sayangnya, saat ini kurikulum pendidikan dasar dan menengah belum banyak memuat pendidikan kebencanaan," katanya.

Ketua IGI Prof Hartono mengatakan kebutuhan menjadikan mata pelajaran geografi pada pendidikan dasar dan menengah itu harus segera dilakukan, karena pendidikan kebencanaan kepada masyarakat di Indonesia saat ini secara sistematis belum menyentuh setiap warga.

Di tingkat SMA, kata dia, pendidikan geografi belum diberikan pada semua individu. Hanya kelas IPS saja yang mendapatkan pelajaran geografi yang di dalamnya terdapat materi kebencanaan.

Menurut dia, hal itu berbeda dengan kondisi pendidikan di 11 negara maju di dunia seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, Finlandia, Prancis, Hungaria, Belanda, Selandia Baru, dan Singapura.

"Negara-negara tersebut mengajarkan wajib materi geografi dan sejarah masing-masing negara sebaga dasar wawasan setiap warga negara," katanya.

Padahal, Indonesia negara yang rawan bencana karena berada dalam posisi geografis "ring of fire" dunia. Data BNPB mencatat jumlah kejadian bencana tahun 2018 sebanyak 1.999 kejadian. Pada 2019 Indonesia diprediksi akan mengalami kejadian bencana hingga 2.500 kejadian.

"Upaya meminimalkan korban jiwa dan kerugian harus menjadi fokus utama. Hal itu dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dan menurunkan kerentanan, dan strategi efektif dapat melalui pendidikan kebencanaan terhadap generasi muda," katanya.

Pada tingkat SD, menurut dia, pendidikan kebencanaan bisa dimasukkan dalam tema lingkungan dan alam sekitar, dan pada tingkat SMP dapat dimasukkan ke dalam mata pelajaran IPS. Pelajaran geografi di SMA telah mengajarkan pendidikan kebencanaan dan mitigasi bencana.

"Perbedaaanya terletak pada pemahaman proses mitigasi dan tanggap darurat bencana," kata Hartono.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement