Kamis 10 Jan 2019 23:50 WIB

Enam KLB DBD Dilaporkan Terjadi di Berbagai Daerah

Kasus DBD di Labuan Bajo November-Desember 2018 menyebabkan 5 orang meninggal

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Bocah pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) M Atta Risky (13bln) menjalani perawatan intensif di rumah sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Senin (16/1).
Foto: Antara/Rahmad
Bocah pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) M Atta Risky (13bln) menjalani perawatan intensif di rumah sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Senin (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendapatkan laporan enam kejadian luar biasa (KLB) kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) di berbagai daerah. Termasuk diantaranya Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Manado, Sulawesi Utara (Sulut).

Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono membenarkan, pihaknya menerima laporan KLB DBD seperti di Manado, Labuan Bajo, kemudian beberapa pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di Jawa. 

"Daerah-daerah itu melaporkan peningkatan kasus DBD dan hingga pekan pertama Januari 2019 ini sudah ada enam daerah sudah KLB DBD," katanya saat ditemui di konferensi pers kinerja Kemenkes 2018, di Jakarta, Kamis (10/1).

Ia menyebutkan jumlah kasus DBD di Labuan Bajo selama November hingga Desember 2018 yaitu 586 kasus dan lima orang dilaporkan meninggal akibat gigitan nyamuk aedes aegypti tetapi belum dikonfirmasi apakah penyebabnya karena DBD. Ia menyebut curah hujan yang meningkat dan menimbulkan genangan air yang menjadi tempat larva nyamuk.

Tak hanya dua provinsi yang telah KLB, ia menyebut DBD berpotensi terjadi di hampir semua kabupaten/kota. "Ini sebagaimana riset vektoral kemarin bahwa nyamuk aedes aegypti ada di seluruh Indonesia," ujarnya.

Apalagi dengan mobilitas masyarakat Indonesia yang tinggi maka potensi kejadian ini akan ada di seluruh Indonesia apabila tidak melakukan upaya terkait pencegahan itu. Karena itu, dia mengklaim Kemenkes sudah melakukan langkah-langkah antisipasi mulai dari memberikan edaran pada seluruh daerah untuk mewaspadai penyakit DBD pada musim pancaroba. Upaya itu dilakukan sejak November 2018 lalu sebagai bagian dari kewaspadaan.

"Upaya kedua adalah kami meminta daerah untuk menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dan sarananya di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) maupun tingkat lanjutan," ujarnya.

Artinya, dia menambahkan, logistik untuk penanganan DBD sudah diminta disiapkan di daerah hingga mengalokasikan logistik di tempat yang berpotensi KLB atau endemis KLB. Cara ketiga adalah mendorong masyarakat untuk melakukan pengendalian nyamuk melalui pembersihan sarang nyamuk (PSN) yaitu menutup, menguras, mengubur. Upaya keempat, pihaknya juga melakukan fogging di daerah tertentu. 

"Ini sebagai upaya untuk pengendalian vektornya," katanya. 

Langkah terakhir, dia melanjutkan, yaitu mendorong masyarakat untuk bertanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya dengan melakukan berbagai kegiatan kebersihan di daerahnya sendiri.

Sebelumnya per tanggal 1-6 Januari 2019, sudah ada 67 kasus DBD terjadi di Provinsi Sulawesi Utara dengan tiga orang meninggal. Data ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulut Debie Kalalo, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (8/1).

"Distribusi kasus DBD berdasarkan kabupaten/kota di Sulut, tahun 2015 ada 1.546, 2016 ada 2.217, 2017 ada 587, 2018 sebanyak 1.713, dan 2019 per tanggal 1-6 Januari ada 67 kasus," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement