Kamis 10 Jan 2019 23:37 WIB

Tarif Bagasi Pengaruhi Agensi Perjalanan dan UMKM

Asita Lampung berharap pengenaan tarif bagasi berbayar bisa ditinjau ulang

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Aktivitas bongkar muat bagasi pesawat di Bandar Udara Ngurah Rai, Bali, Rabu (18/5). (Republika /  Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aktivitas bongkar muat bagasi pesawat di Bandar Udara Ngurah Rai, Bali, Rabu (18/5). (Republika / Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Sekretaris Umum DPD Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Provinsi Lampung Adi Susanto mengatakan, pemberlakuan pengenaan tarif bagasi di berbagai maskapai penerbangan sangat berpengaruh signifikan terhadap usaha travel agent dan juga Usaha Kecil Menengah dan Mikro (UMKM). Pengusaha travel agent dan UMKM yang menjadi obyek penderita dari peraturan tersebut, karena konsumen harus mencari alternatif.

“Peraturan tarif bagasi yang sudah diberlakukan itu, yang pertama kali terkena yakni usaha travel agent yang jumlahnya di Indoneisa 7.000 dan juga UMKM yang berkaitan dengan kerjasama travel agent,” kata Adi Susanto kepada Republika.co.id di Bandar Lampung, Kamis (10/1).

Ia berharap penerapan pengenaan tarif bagasi berbayar di maskapai penerbangan hendaknya ditinjau ulang, karena dampaknya sangat signifikan bagi usaha travel agent dan juga UMKM. Menurut dia, Asita sudah melakukan mengkalkulasi kerugian yang akan diderita pengusaha travel agent sampai 30 persen bila pengenaan tarif ini terus berlangsung.

Pengenaan tarif bagasi tersebut, menurut dia, pengusaha travel agent yang sudah mempromosikan paket wisatanya tidak mungkin lagi akan menaikkan tarif paket atau melakukan penyesuaian kepada konsumen atau pelanggan. “Pelanggan akan lari, kalau kami melakukan perubahan tarif paket wisata, atau menaikkan secara mendadak,” ujarnya.

Selain itu, dampak yang signifikan lagi, konsumen travel agent akan berpikir lagi untuk memakainya karena konsumen akan kesulitan untuk membawa barang atau paket dari perjalanannya, kalau nantinya harus dikenakan biaya lagi di pesawat. “Kan tidak mungkin barang bawaan berapa kilogram, harga tarifnya lebih mahal dari harga barangnya. Konsumen jelas tidak mau rugi. Akhirnya paket-paket wisata yang ditawarkan travel agent menjadi mentah lagi,” ujarnya.

Adi mengatakan, lebih parah lagi dampak pengenaan tarif bagasi berbayar yakni pengusaha UMKM. Paket wisata yang ditawarkan anggota Asita jelas berujung kepada pengusaha UMKM yang ada di daerah. Selama ini, ujar dia, wisatawan banyak yang membawa barang oleh-oleh tidak dikenakan biaya alias gratis, tapi sekarang bayar bagasi, jelas berpengaruh dengan roda usaha UMKM.

“Seperti di Lampung UMKM keripik pisang, kain tapis, baju kaos, baju batik, dan kerajinan khas lainnya akan lesu lagi, tidak ada pembeli. Selama ini kan yang beli kebanyakan wisatawan semua,” ujarnya.

Menurut dia, penerapan tarif bagasi berbayar tersebut segera ditinjau ulang agar keberlangsungan usaha travel agent dapat bergairah lagi, dan usaha UMKM lebih maju lagi. “Di satu sisi ingin menarik sebanyak-banyak wisatawan, dan meningkatkan sektor UMKM, tapi peraturan tersebut justruk mematikan usaha di bawah,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement