Kamis 10 Jan 2019 17:36 WIB

Tangsel Gandeng Korsel Bangun PLTSa

Diperlukan teknologi agar tidak terus terjadi penumpukan sampah.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah pekerja mengerjakan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) gas metana di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (10/1/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Sejumlah pekerja mengerjakan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) gas metana di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (10/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Serpong. Wali Kota Tangsel Airin Rachmi Diany mengatakan, pihaknya akan Korea Selatan (Korsel) untuk menciptakan teknologi yang akan digunakan mengubah sampah menjadi listrik.

Airin mengaku, ia telah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan “Hasil pertemuan dengan Pak Menteri tadi terkait percepatan penyelesaian Outline Business Case (OBC) dari pihak Korsel,” ujar Airin, Rabu (9/1).

Ia menjelaskan, pihak Korsel akan melakukan penyelesaian studi kelayakan dan lainnya pada bulan April sesuai dengan jadwal. Namun, studi itu dipercepat sehingga diperkirakan dapat selesai lebih awal, pada akhir Februari atau Maret 2019.

“Mudah-mudahan ini bisa cepat selesai, jadi bisa masuk tahap lelang investasi PLTSa dan groundbreaking serta penyelesaian pekerjaan PLTSa di TPA Cipeucang di tahun ini,” katanya.

Satpol PP Tingkatkan Penjagaan Kawasan Tanah Abang

Ia mengatakan, pembangunan PLTSa itu sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Jika pembangunan PLTSa berjalan sesuai rencana, Tangsel akan menjadi satu dari 12 kabupaten/kota yang dipilih sebagai percontohan pengelolaan sampah berbasis PLTSa.

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) TPA Cipeucang Tain Setiawan mengatakan, selama ini pengolaan sampah dilakukan dengan metode penguburan (sanitary landfield). Metode itu meupakan yang paling umum dalam pengelolaan sampah di Indonesia.

Namun, ia mengatakan, jika terus menggunakan metode penguburan sampah tak akan bisa tertangani. "Antara tanah untuk penguburan dan volume sampah tak sebanding. Artinya kita butuh banyak tanah untuk menguruk," kata dia, saat ditemui di kantornya Kamis (10/1).

Dalam satu hari, Tian menyebut, rata-rata ada sekitar 250 ton sampah yang masuk ke TPA Cipeucang. Sampah itu akan bertambah menjadi 300 ton per hari pada momen-momen spesial, seperti Idulfitri dan Tahun Baru.

Ia mengatakan, total luas lahan di TPA Cipeucang ada sekitar 13,6 hektare (ha). Sementara yang saat ini digunakan baru 5 ha. Menurut dia, sisa lahan itu akan digunakan untuk pembangunan PLTSa.

Namun, jika metode yang digunakan selalu pengurukan sampah, keseluruhan lahan di TPA Cipeucang tak akan mencukupi untuk menampung sampah ke depannya. "Kalau volume sampah terus tambah, kita butuh lahan lebih banyak. Mangkanya kita sudah kerja sama dengan TPA Nambo," kata dia.

Karena itu, diperlukan kesadaran masyarakat untuk mengurangi produksi sampah. Hal itu, kata dia, dapat dilakukan dengan daur ulang, membuat bank sampah, hingga mengolah sampah menjadi bahan berguna.

"Tapi kalau melihat kesadaran masyarakat kita itu masih jauh," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement