REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut teror bom terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan tindakan berani yang mungkin terinspirasi dari teror-teror sebelumnya yang berhasil. Misalnya terhadap apa yang kini dialami penyidik KPK Novel Baswedan akibat diserang dengan air keras.
"Mengingat penegak hukum belum dapat mengungkap pelakunya hingga hari ini. Kedua, teror ini perlu dilihat sebagai ancaman terhadap agenda pemberantasan korupsi mengingat KPK ada di garda terdepannya," kata Peneliti ICW Adnan Topan Husodo dalam keterangan pers, Kamis (10/1).
Ketiga, lanjut Adnan, teror tersebut perlu diungkap cepat oleh penegak hukum supaya tidak muncul spekulasi yang liar dan makin memanaskan suasana, mengingat ini adalah tahun politik. Peristiwa pelemparan bom terhadap rumah dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Laode M. Syarif, ini sungguh sangat mengejutkan.
"Pastinya ini merupakan sinyal langsung untuk meneror bukan hanya para pimpinan KPK secara personal tetapi juga institusi dan seluruh jajaran pegawai KPK dalam menjalankan perintah undang-undang," ucapnya.
Menurut ICW, teror ini bukan pertama kalinya terjadi. Sudah ada serangkaian teror lain yang pernah dialami jajaran pegawai KPK. Misalnya, selain kasus Novel, juga penyerbuan fasilitas KPK berupa safe house, ancaman bom ke gedung KPK dan rumah penyidik KPK, ancaman pembunuhan, perampasan perlengkapan milik penyidik KPK, dan percobaan pembunuhan terhadap penyidik.
Karena itu, ICW mendesak Presiden Joko Widodo untuk memastikan adanya jaminan perlindungan keamanan terhadap pimpinan dan pegawai KPK, serta dukungan politik terhadap KPK dalam menjalankan kerja-kerja pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Kemudian, Kapolri agar memerintahkan seluruh aparaturnya untuk mengungkap dan menjerat pelaku teror bom terhadap pimpinan KPK dan teror lain yang pernah terjadi. KPK juga perlu membangun sistem keamanan yang lebih baik, yang ditujukan kepada seluruh pegawai KPK, terutama yang rawan terhadap target teror.