REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan ada kurang lebih 7 juta anak yang berpotensi kehilangan hak pilih pada Pemilu 2019 mendatang. Pada hari pemilu, anak-anak tersebut sudah berusia 17 tahun sementara belum memiliki KTP-el.
Komisioner KPAI, Jasra Putra menuturkan, anak-anak tersebut belum memiliki KTP-el sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan hak pilih. Terkait hal ini, KPAI telah menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Bawaslu tentu diharapkan bisa mengambil langkah strategis terkait hal ini," kata Jasra, di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Selasa (8/1).
Tahun ini, KPAI juga fokus terhadap anak dan kegiatan kampanye menjelang pemilu. Sebab, anak rentan disalahgunakan menjadi bagian dalam aktivitas kampanye. Menggunakan anak dalam aktivitas kampanye melanggar Undang-undang perlindungan anak.
"Kerentanan anak sebagai korban penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik cukup tinggi," kata dia.
KPAI pun telah berupaya melakukan berbagai proses terkait anak dan pemilu. Beberapa waktu lalu, KPAI sudah mengundang pimpinan partai politk untuk menandatangani komitmen bersama untuk tidak mengajak anak dalam aktivitas kampanye.
Selain itu, KPAI juga telah memberikan masukan kepada KPU, serta memanggil tim pemenangan kedua pasangan calon untuk penyamaan persepsi. KPAI juga terus megimbau kepada partai politik dan publik agar tidak menyalahgunakan anak dalam kegiatan politik.