Ahad 06 Jan 2019 22:05 WIB

Warga Tiga Desa di Papua Ancam Tutup Tambang Freeport

Polisi mengantisipasi penutupan tambang Freeport oleh warga tiga desa pada Senin.

Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Ahad (20/9).   (Antara/Muhammad Adimaja)
Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Ahad (20/9). (Antara/Muhammad Adimaja)

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Jajaran Kepolisian Resor Mimika, Papua mengantisipasi ancaman sekelompok warga yang berencana menutup operasional perusahaan tambang PT Freeport Indonesia. Mereka tergabung dalam wadah Forum Pemilik Hak Sulung Tsinga, Waa-Banti, Aroanop (FPHS Tsingwarop).

Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto mengatakan rencana warga menutup tambang Freeport merupakan tindakan main hakim sendiri dan melanggar aturan. Ia mengingatkan Freeport merupakan obyek vital nasional.

Baca Juga

"Kalau masyarakat nekad mau tutup tambang maka itu dikategorikan sebagai tindakan persekusi atau main hakim sendiri. Itu tidak boleh," kata Agung di Timika, Ahad.

Selama sepekan terakhir, jajaran Polres Mimika terus membangun koordinasi dengan pengurus FPHS Tsingwarop agar mereka mengurungkan niatnya menutup aktivitas pertambangan Freeport. Pihak FPHS Tsingwarop berdalih bahwa mereka merupakan representasi atau perwakilan dari masyarakat tiga desa di dataran tinggi Mimika, yaitu Waa-Banti, Tsinga, dan Aroanop, Distrik Tembagapura yang merupakan pemilik hak ulayat atas area pertambangan Freeport.

Rencana menutup operasional tambang Freeport dilakukan lantaran warga merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan maupun skema pembagian saham PT Freeport Indonesia yang telah dikuasai Pemerintah Indonesia sebesar 51 persen pada akhir 2018. Dalam pertemuan dengan jajaran Polres Mimika beberapa hari lalu, pihak kepolisian memberikan pemahaman kepada warga dan pengurus FPHS Tsingwarop bahwa area pertambangan PT Freeport merupakan objek vital nasional yang harus dijaga situasi keamanannya oleh aparat TNI dan Polri.

"Kalau merasa keberatan dengan keputusan yang sudah diambil pemerintah, silakan mengajukan gugatan hukum, tapi kalau masyarakat memaksa menutup tambang, itu berarti yang ditempuh adalah keadilan jalanan karena berdasarkan opini atau persepsi mereka sendiri," jelas Agung.

Sesuai informasi yang diterima di Timika, pengurus FPHS Tsingwarop berencana menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut hak-haknya tersebut di Kantor Bupati Mimika dan Kantor DPRD Mimika pada Senin (7/1). Kapolres Mimika memastikan aksi unjuk rasa pengurus FPHS Tsingwarop akan dikawal ketat oleh aparat kepolisian.

"Kalau perlu kami jadi mediator atau fasilitator. Diminta ataupun tidak diminta, kami tetap kawal aksi mereka. Kami berharap para pejabat yang berkepentingan dengan penyampaian aspirasi dari masyarakat ini bisa hadir untuk mendengar aspirasi warganya," ujar Agung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement