REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tunggakan pembayaran oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada sejumlah rumah sakit di Kabupaten Bogor yang mencapai miliaran dinilai telah merugikan.
Akibat tunggakan itu, sejumlah rumah sakit mengalami kendala pasokan obat dan alat-alat kesehatan yang berdampak pada pelayananan.
“Kita terpaksa utang buat beli obat. Sampai akhir 2018 kemarin saja untuk utang obat, bahan habis pakai, dan alat kesehatan sudah mencapai Rp 15 miliar,” kata Wakil Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, Tomi, kepada Republika.co.id, Kamis (3/1).
Kendati tidak stabil dalam pembayaran obat dan kebutuhan kesehatan lainnya kepada pihak distributor, kata dia, pihaknya tetap menerima pasien BPJS Kesehatan dengan menggunakan dana talangan yang berasal dari pembayaran tunai pasien non-BPJS Kesehatan.
Baca juga, BPJS Kesehatan Tunggak Miliaran Rupiah di Kabupaten Bogor.
Namun menurutnya, jumlah pembayaran tunai itu tidak akan mampu menjangkau kebutuhan seluruh pasien BPJS Kesehatan yang berobat lebih dari satu bulan ke depan. Maka ia berharap pemerintah pusat dapat segera melunasi tunggakan tersebut minimal hingga akhir Januari ini.
“Kami masih akan memberi obat dan pelayanan lainnya, tapi nggak bisa lama-lama. Kita juga bisa kena penalti yang berujung pada penghentian pasokan obat dan alat kesehatan oleh distributor ke RSUD Cibinong ini,” kata dia.
Tomi menjelaskan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor terkait pencairan tunggakan dari BPJS Kesehatan pusat. Namun hingga kini, kata dia, rencana konkret pencairan tunggakan belum ada kejelasan.
Bahkan, lanjutnya, dalam Januari ini pihak BPJS Pusat belum memberikan tanggapan apapun terkait realisasi pencairan yang ditunggu itu. Menurut Tomi, tunggakan pembayaran BPJS Kesehatan hanya berdampak pada pasokan obat, alat kesehatan, dan pelayanan yang kurang prima.
Pihaknya merasa bersyukur karena penunggakan itu tidak berimbas pada tuntutan gaji dokter dan pegawai. “Kalau kami ini RSUD, jadi diuntungkan dengan sistem gaji PNS (pegawai negeri sipil). Jadi (penunggakan) nggak terlalu berdampak ke wilayah gaji,” kata dia.
Sementara itu Anggota Komisi lV DPRD Kabupaten Bogor, Haji Barkah, menilai, salah satu faktor adanya penunggakan pembayaran kepada rumah sakit adalah karena adanya kendala pembayaran iuran oleh anggota BPJS Kesehatan di Kabupaten Bogor.
“Tapi kan tidak semua menunggak, pasti ada anggota yang juga membayar. Namun mungkin jumlahnya belum maksimal,” kata Haji.
Selain adanya dampak pelayanan dan pasokan obat yang tidak lagi maksimal, kata dia, beberapa rumah sakit swasta mulai melakukan pengajuan putus kontrak dengan sistem BPJS Kesehatan. Keputusan tersebut dilayangkan oleh beberapa rumah sakit swasta sejak kurun (1/1) silam.
Haji menjelaskan, pihaknya menghargai keputusan rumah sakit swasta terkait putus kontrak tersebut. Kendati demikian, memutus kontrak terhadap sistem jaminan kesehatan nasional tidak dibenarkan dalam undang-undang yang berlaku.
“Jadi kita ingin tanyakan dulu ke mereka (rumah sakit swasta), apakah putus kontrak ini hanya berlaku sementara atau selamanya. Kalau sementara, kita perkenankan. Tapi kalau putus kontrak untuk selamanya, bisa berdampak pada pencabutan izin rumah sakit,” ujarnya.