Rabu 02 Jan 2019 15:00 WIB

LIPI Tawarkan Laser Pendeteksi Tsunami

Jepang menjadi salah satu negara yang menggunakan LTS.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Gedung LIPI
Foto: Antara
Gedung LIPI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menawarkan konsep baru pendeteksi tsunami ketimbang memakai buoy. LIPI berinovasi menggunakan laser lewat kabel fiber optik dalam mendeteksi tsunami sehingga bisa mempercepat mitigasi.

Peneliti Pusat Penelitian Fisika LIPI, Bambang Widiyatmoko mengatakan ada alternatif sistem peringatan dini tsunami selain buoy dengan menggunakan laser tsunami sensor (LTS). Jepang menjadi salah satu negara yang menggunakan LTS. LIPI sendiri sudah punya model LTS jenis fiber brag grating (FBG).

"Prinsip kerjanya adalah mengirim cahaya dari darat itu ditembakkan ke dasar laut, lalu ada sensor di dalamnya yang akan kembali menembakkan cahaya tersebut ke pos pantau," katanya pada wartawan dalam konferensi pers di kantor LIPI, Rabu (2/1)

Ia menjelaskan sensor ini ditempatkan dalam kabel fiber optik yang berada di dasar laut. Kabel fiber optik tersebut akan terhubung dengan pos pemantau. Dari sana lah akan dipancarkan cahaya laser dari ujung kabel ke ujung kabel lainnya lewat sensor deteksi.

"Ketika terjadi pergerakan air laut yang tidak biasa atau ada tekanan yang berubah, sensor deteksi akan membelokkan cahaya yang akan menjadi tanda peringatan bahaya tsunami ke pos pemantau," ujarnya.

Selama ini, ia menyampaikan ada berbagai kendala pendeteksian tsunami memakai bouy. Di antaranya penentuan lokasi, pemasangan di laut lepas, pengaturan power supply (bila sistem bouy). Kemudian ada juga kendala koneksi jaringan dan proteksi tekanan air. Hambatan-hambatan itu bisa dimininalisir bila menggunakan laser.

"LTS tidak perlu power supply di tengah laut, semua komponen sensor di dasar laut aman dari pencurian atau terbawa arus dan biaya perawatan kecil," ucapnya.

Walau begitu pemasangan LTS lah yang memakan biaya tinggi. Menurut estimasi, harga kabel fiber optik bawah laut saja mencapai 5 dollar per meter. Asumsi untuk panjang 20 kilometer berarti 1,5 miliar rupiah. Tapi Indonesia beruntung karena punya banyak pulau.

"Biaya bisa diminimalisir dengan memasang kabel serat optik dari pulau terluar jadi tidak terlalu panjang," sebutnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement