Senin 31 Dec 2018 21:13 WIB

Hanum Rais: Menulis Obat Bagi Diri Saya Sendiri

Nilai juang untuk punya anak jadi inspirasi

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Agus Yulianto
Penulis Hanum Rais memaparkan pendapat saat peluncuran dan bedah novel I Am Sarahza pada acara Islamic Book Fair 2018 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (20/4).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penulis Hanum Rais memaparkan pendapat saat peluncuran dan bedah novel I Am Sarahza pada acara Islamic Book Fair 2018 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (20/4).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Hanum Salsabila Rais mengaku, menulis buku merupakan salah satu usaha untuk menggapai keperyaan dari Tuhan. Khususnya, untuk mempunyai keturunan dan nilai kejuangannya guna mendapatkan anak menjadi insiprasi dan memulai ghiroh (semangat) dalam menulis. 

"Saya sudah berulangkali ikhtiar untuk mendapatkan keturunan. Di antaranya lima kali inseminasi, enam kali bayi tabung. Karena itu, menulis merupakan obat obat bagi diri saya sendiri karena tiga kali gagal program kehamilan di Eropa," kata Hanum pada acara Festival Republika 2018, di Masjid Al Furqon Nitikan Baru Umbulharjo Yogyakarta, Senin (31/12). 

Karya yang dihasilkan Hanum antara lain: 99 Cahaya di Langit Eropa, Bulan Terbelah di Langit Amerika, Faith and The City, dan Iam Sarahza. Dalam acara Satu Jam Bersama Hanum Rais Menulis Novel islami dengan moderator ”, Dessy Marlia Destiani ini, dia mengatakan, masih berusaha menjadi seorang penulis.

“Pada awal menulis saya tidak berharap mendapat best seller dan bukan untuk royalti. Kalau buku saya menjadi best seller dan dijadikan film ini hanya bonus. Saya menulis karena merasa diberi anugerah Allah untuk menulis lebih baik dan sebagai semangat untuk berdakwah,” tutur putri Amien Rais yang Lahir di Yogyakarta 36 tahun yang lalu ini. 

Karena itu, sarannya kepada para jamaah yang sebagian besar perempuan, bila mau menulis buku, jangan berharap untuk menjadi best seller dan difilmkan karyanya. Ia pun mengaku, menulis buku 99 Cahaya di Langit Eropa berawal dari ketika tinggal di Eropa, dimana kaum Islamnya merupakan minoritas. 

“Karena itu, saya menulis dengan niat dakwah,” kata isteri Rangga Almahendra ini. 

Hanum mengaku, dalam menulis seringkali dalam ruang terisolor, tidak ada internet, tidak ada makanan dan minuman. “Sesuatu yang saya tulis itu hanya pemikiran kita. Kadang, saya saat menulis menangis, tertawa sendiri, dan kadang marah dan tersinggung. Saya menulis bukan kamuflase dan bukan untuk pencitraan,” katanya. 

Menurutnya, menulis juga sebagai semangat untuk menularkan ilmu, memikirkan satu nilai tersendiri. Seperti halnya buku karyanya yang berjudul “99 Cahaya di Eropa,” merupakan sebuah peraaban yang dikagumi berupa peninggalan sejarah di Andalusia Spanyol. 

Sejak difilmkan, banyak orang pergi ke sana. “Saya sempat dianggap sebagai agen wisata dari Spanyol,” ungkapnya. 

Sementara itu karya buku terakhirnya yang berjudul I am Sarahza tidak berdasarkan riset, melainkan merupakan pengalamannya sendiri. “Buku ini murni dari pengalaman pribadi saya yang berjuang 11 tahun mendapat keturunan,” kata dokter gigi alumni dari Fakultas Kedokteran Gigi UGM ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement