Rabu 26 Dec 2018 17:43 WIB

Pandeglang Dilanda Banjir Kala Tsunami Masih Sisakan Trauma

BMKG memprediksi cuaca buruk terjadi di wilayah Pandeglang.

Pantauan udara saat banjir merendam wilayah Labuan, Banten akibat hujan yang mengguyur sejak malam hingga pagi hari, Rabu (26/12).
Foto: Republika TV/Wisnu Aji Prasetiyo
Pantauan udara saat banjir merendam wilayah Labuan, Banten akibat hujan yang mengguyur sejak malam hingga pagi hari, Rabu (26/12).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji Prihammanda

Belum hilang rasa trauma akibat terjangan tsunami di Kabupaten Pandeglang, Ijah (48 tahun) kembali harus kembali menghadapi bencana. Kali ini bukan lagi tsunami, melainkan banjir yang datangnya dari Kali Cipunten di belakang rumahnya.

Pada selasa (25/12) malam ia bersamanya tidur di emperan sebuah toko di samping rumahnya. Anak-anaknya juga bersama ikut tidur di tempat yang tepat berada di pinggir jalan raya. Warga setempat juga memilih tidur di tempat itu karena masih takut kembali ke rumahnya.

Terjangan tsunami pada Sabtu (22/12) malam, meski tak sampai rumah mereka di Desa Karang Anyar, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, tetap menyisakan ketakutan mendalam. Apalagi, beberapa berita bohong (hoaks) masih sering datang.

"Warga tidur di sini banyak. Karena masih takut pulang ke rumah," katanya saat ditemui Republika di lokasi yang berjarak sekitar 1 kilometer dari pantai itu, Selasa (26/12).

Ia baru kembali ke tempat itu pada Senin (24/12) untuk membersihkan dan melihat rumahnya. Sementara H+1 pascatsunami, seluruh warga di desa itu mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.

Tak mau kembali ke posko pengungsian, Ijah dan anaknya, juga warga sekitar memilih tidur di emperan pertokoan. Di depannya, terdapat sebuah patung nelayan, lengkap dengan jaring dan ikan hasil tangkapannya, yang dinamai Tugu Patung Nelayan.

Berharap bencana usai, justru banjir yang datang. Menurut dia, wilayah Labuan dari Selasa malam hingga Rabu pagi diguyur hujan deras. Alhasil, air mulai naik ke jalan. Rumahnya, yang berada di samping emperan toko yang ditempatinya pun otomatis terendam air sekitar 1 meter. Pasalnya, jalan raya lebih tinggi daripada alas dasar rumahnya.

Menurut dia, banjir memang biasa datang setiap tahun di wilayah itu. Namun kali ini, banjir datang lebih tinggi dari biasanya. Alhasil, mau tak mau ia harus kembali mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.

"Belum tau nanti malam ke mana. Cari tempat (pengungsian) di perbukitan aja," kata dia.

Sementara itu, Yusuf Sahrul M (20) berpendapat sama. Menurut dia, banjir adalah bencana tahunan yang terjadi di Desa Karang Anyar dan Desa Labuan.

"Banjir ini sudah bisa. Pasti ada," kata dia.

Meski begitu, banjir tahun ini. Curah hujan yang tinggi dan pasang air laut menjadi penyebabnya. Belum lagi, perahu-perahu nelayan yang menumpuk di wilayah muara kali akibat terjangan tsunami menambah aliran menjadi tersendat.

Lebih dari itu, Yusuf mengakui, kebiasaan masyarakat yang masih buang sampah sembarangan tak kalah berperan dalam menciptakan banjir tahunan itu. Hampir setiap pagi, selalu ada masyarakat yang menggunakan kendaraan roda dua maupun empat, berhenti di jembatan, membuang bungkusan sampah ke kali.

"Saya juga nggak nyalahin orang. Keluarga saya juga buang di situ. Nggak ada pilihan," kata dia.

Selain itu, ia juga mengkritisi Pemerintah Kabupaten Pandeglang yang tak pernah melakukan normalisasi kali. Padahal, kali yang mengalir tepat di belakang rumahnya itu semakin lama semakin dangkal dan menyempit.

"Curah hujan tinggi dan pasang laut. Tapi gak pernah dikeruk. Kali datengnya dari gunung. Ya jadinya begini," keluh dia.

Ia berharap, pemerintah melakukan pengerukan kali agar aliran air dapat kembali lancar. Apalagi, kata dia, di muara kali juga sudah terdapat banyak perumahan. Akibatnya air kali selalu tersendat.

"Setiap tahun dari saya kecil gak ada pengerukan. Sosialisasi juga gak pernah," kata dia.

Ia sependapat, banjir adalah salah satu bencana alam yang tak bisa dihindari. Namun, jika pemerintah aktif mendidik masyarakat dan melakukan normalisasi kali, banjir yang datang pasti dapat diminimalisir.

"Walaupun ini bencana alam, kalau sampah gak numpuk ya gak sampai separah ini," ujar dia.

Baca juga

photo
Kronologi Tsunami Selat Sunda

Imbauan BMKG

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengimbau masyarakat tetap waspada dan menghindari lokasi pesisir atau pantai dalam radius 500 meter hingga 1 kilometer. Secara umum kondisi cuaca di sekitar Gunung Anak Krakatau di prakirakan hujan ringan hingga sedang pada malam hingga dini hari nanti. Angin permukaan umumnya bertiup dari arah barat daya hingga barat dengan kecepatan antara 5-35 km/jam.

Kepala Seksi Data BMKG Serang, Tardjono saat dihubungi di Posko Utama Bencana Tsunami di Labuan, Rabu (26/12), mengatakan, potensi hujan itu terjadi pagi, siang, sore, malam hingga dini hari. Karena itu, masyarakat diminta mewaspadai banjir dan longsor. 

Di samping itu juga tiupan  angin cukup tinggi hingga 20 kilometer per jam dan bergerak dari Barat Daya hingga Barat. Sedangkan, ketinggian gelombang Perairan Selat Sunda bagian Selatan berkisar 0,75 meter sampa 1,25 meter dan Selatan Banten antara 0,75 meter sampai 2,5 meter dan gelombang bergerak dari Barat Daya hingga Barat.

"Kami minta warga tetap waspada menghadapi cuaca buruk itu," ujarnya.

Tardjono mengatakan, petugas dan relawan juga diminta mewaspadai saat melakukan evakuasi karena gelombang masih tinggi disertai angin kencang. Kewaspadaan itu guna menghindari kecelakaan laut. Terlebih pantauan satelit radar BMKG hingga kini Gunung Anak Krakatau masih aktif mengeluarkan erupsi  dan semburan abu vulkanik.

Ketinggian semburan abu vulkanis mencapai 10 kilometer dari permukaan laut dengan sebaran Barat Daya hingga Barat. "Kami berharap petugas, relawan dan masyarakat pesisir tetap waspada menghadapi cuaca yang kurang bersahabat itu," katanya.

[video] Pascatsunami, Banjir Rendam Labuan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement