Ahad 23 Dec 2018 18:33 WIB

Ditjen Hubla Keluarkan Maklumat Pelayaran

Pasacatsunami, Kemenhub ingatkan tujuh hari ke depan terjadi cuaca ekstrem

Rep: Agus Yulianto/ Red: Maman Sudiaman
Penumpang berjalan menuju kapal ferry di Pelabuhan Bakauheni, Lampung belum lama ini.
Foto: Republika/Prayogi
Penumpang berjalan menuju kapal ferry di Pelabuhan Bakauheni, Lampung belum lama ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan cq Ditjen Perhubungan Laut menerbitkan  Maklumat Pelayaran No: Tlx.78/XII/ /DN-18 tanggal 23 Desember 2018. Isinya, mengingatkan kepada semua pihak terkait tentang adanya cuaca ekstrem yang akan terjadi dalam tujuh hari ke depan.

Maklumat pelayaran yang ditandatangani oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Junaidi yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kepala Kantor KSOP Khusus Batam, Kepala Kantor Unit Penyelenggaran Pelabuhan (UPP), dan Kepala Pangkalan Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia.

Junaidi menyebutkan, berdasarkan hasil pemantauan Badan Meteorologi Kimatologi, dan Geofisika (BMKG) per tanggal 22 Desember 2018, diperkirakan pada 22-28 Desember 2018, cuaca ekstrim dengan tinggi gelombang 2,5 - 4 meter dan hujan lebat akan terjadi di perairan Pulau Rote - Sabu, perairan Selatan Sumbawa, dan Pulau Sumba dan Samudra Pasifik Utara Halmahera.

Disebutkan, tinggi gelombang 1,25 meter hingga 2,5 meter akan terjadi di perairan Selat Malaka bagian tengah, perairan Sabang - Banda Aceh, perairan Barat Aceh, perairan barat Pulau Simeuleu, perairan barat kep. Nias, Perairan Barau, Kepulauan Mentawai, perairan Bengkulu, perairan Pulau Enggano, Selat Malaka Bagian Utara, Samudera Hindia Barat Sumatera, Perairan Kepulauan Natuna, perairan kepulauan Anambas, Laut Natuna Utara.

Adapun gelombang tinggi sekitar 1,25 hingga 2,5 meter juga akan terjadi di perairan Barat Lampung, Selat Sunda bagian Selatan, perairan Selatan Jawa, Samudera Hindia Selatan Jawa, perairan Selatan Bali dan NTB, Selat Bali bagian selatan, Selat Badung, selat Lombok Bagian Selatan, Selat alas bagian Selatan, Samudera Hindia Selatan Bali dan NTB, Selat Sumba.

Selanjutnya, gelombang dengan ketinggian yang sama juga akan terjadi di selat Makassar Bagian Selatan, perairan utara Sulawesi, perairan kepulauan Sangihe, perairan kepulauan Talaud, perairan Bitung - Manado, Laut Maluku, perairan kepulauan Halmahera, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan Wakatobi, perairan Bau-Bau, perairan Selayar, Laut Flores, perairan selatan Flores, laut Sawu, perairan pulau Rote - Sabu, Laut Timor, perairan Kep. Sermata - Leti, perairan Kepulauan Babar - Tanimbar, perairan utara Raja Ampat - Sorong, perairan Manokwari, perairan Biak, perairan Sarmi - Jayapura, Samudera Pasifik Utara Papua, perairan Kepulauan Kai dan Aru, Laut Aru dan Laut Arafuru Bagian Timur.

"Cuaca ekstrem akan ditemui dalam beberapa hari ke depan. Untuk itu, sedini mungkin pihak terkait dalam hal ini Regulator dan Operator termasuk Nakhoda harus siap dan dapat mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrim," kata Junaidi dalam keterangannya kepada Republika, di Jakarta, Ahad (23/12).

Untuk itu, dikatakan Junaidi, dalam mencegah terjadinya kecelakaan laut, agar para kepala UPT melakukan beberapa tindakan preventif. Pertama, melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui portal Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk selanjutnya menyebarluaskan hasil pantauan kepada pengguna jasa dan menempelkannya di terminal penumpang.

"Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan, maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga kondisi cuaca di wilayah yang akan dilayari benar-benar aman," ujar Junaidi.

Kepada operator kapal khususnya nakhoda, diminta untuk melakukan pemantauan cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar untuk selanjutnya melaporkan kepada syahbandar guna mengajukan permohonan SPB. 

Junaidi menyebutkan, bahwa saat dalam pelayaran, nakhoda juga harus melaporkan kondisi cuaca minimal enam jam sekali dan melaporkan kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dan dicatatkan dalam log book.

"Bila kapal mendadak  menghadapi cuaca buruk, maka nakhoda segera melayari kapalnya ke tempat yang lebih aman dengan ketentuan kapal dalam kondisi siap digerakkan," imbuh Junaidi. Setelah berlindung, nakhoda kapal wajib melaporkan ke Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal dengan jelas.

Tak hanya kepada nakhoda, dalam Maklumat Pelayaran itu, Junaidi menugaskan juga kepada Kepala Pangkalan PLP dan Kepala Distrik Navigasi agar seluruh kapal patroli KPLP dan kapal negara Kenavigasian pada posisi siaga dan segera dilayarkan pada saat menerima informasi bahaya dan atau kecelakaan kapal.

"Kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga agar memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan bila terjadi kecelakaan maka harus segera berkoordinasi dengan Kepala Pangkalan," ujar Junaidi.

Pelabuhan Merak Pasca-bencana Tsunami

Sementara itu, Kepala KSOP kelas I Banten, Herwanto mengatakan bahwa pasca bencana tsunami yang menerjang pesisir pantai di Selat Sunda, Pelabuhan Merak Banten tetap beroperasi normal.

" Kondisi pelabuhan Merak Banten berjalan normal dan terkendali.Tidak ada penumpukan baik penumpang maupun mobil," ujar Herwanto.

Adapun cuaca di pelabuhan Merak Banten dilaporkan hujan rintik, gelombang di tengah sekitar 1,5 meter. Kapal patroli KN 372 yang akan melakukan evakuasi sementara berlindung mengingat cuaca yang tidak kondusif.

"Posko bencana tsunami sudah siap di halaman kantor PT. ASDP cab Merak Banten dan KSOP Banten mensiapsiagakan Kapal patroli KN 333, KNP. 203 dan KNP. 206 menunggu cuaca baik untuk membantu evakuasi korban bencana tsunami," kata Herwanto.

Sebagai informasi, jalan darat untuk menuju ke Kantor UPP Labuhan tidak dapat melalui Anyer mengingat jalan sepanjang Anyer rusak dan sedang dalam proses evaluasi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement