Kamis 20 Dec 2018 16:42 WIB

Permintaan Uang Kartal Perbankan DIY Capai Rp 2,3 Triliun

Bank-bank harus menyediakan ATM dengan uang yang segar/tidak lusuh atau layak edar.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Budi Hanoto (baju batik) dalam jumpa pers.
Foto: Neni Ridarineni.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Budi Hanoto (baju batik) dalam jumpa pers.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Permintaan uang kartal perbankan di DIY untuk kebutuhan Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 (Nataru) sebesar Rp 2,3 triliun. Hal ini meningkat sebesar 43 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar Rp 1,6 triliun.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Budi Hanoto menegaskan pihaknya telah menyiapkan uang kartal, baik dalam bentuk kertas maupun logam pecahan besar maupun kecil, dalam jumlah cukup. "Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir," ujarnya, dalam jumpa pers 'Persiapan Kebutuhan Uang Menjelang Natal 2018 dan Tahun Baru 2019', di Ruang Rapat Kepala Perwakilan BI.

Menurut Budi, peningkatan permintaan uang kartal tersebut disebabkan antara lain, pertama, ekonomi di DIY terus mengalami pertumbuhan yang meningkat. Ia mengungkapkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama mencapai 5,36 persen, triwulan kedua 5,39 persen, dan triwulan ketiga 6,03 persen. “Tren yang meningkat itu pasti memerlukan suatu likuiditi yaitu uang,” ujarnya.

Kedua, kata Budi, karena faktor inflasi sekitar tiga persen. “Karena ada kenaikan harga, jadi ada tambahan yang yang harus dibelanjakan," kata dia. Ketiga, untuk berjaga-jaga dalam liburan Natal dan Tahun Baru.

“Jaga-jaga dalam hal liburan Natal dan Tahun Baru yang panjang. Karena itu, bank-bank harus menyediakan ATM dengan uang yang segar/tidak lusuh atau layak edar," jelasnya.

Ia menambahkan, bank-bank sudah menghitung kebutuhannya, dan untuk itu pihaknya mengikuti karena garda terdepan adalah bank.  "Sehingga, muncullah angka sekitar Rp 2,3 triliun dan ini masih estimasi,” kata Budi.

Realisasi terhadap proyeksi tersebut hingga 14 Desember 2018 uang yang telah ditarik mencapai 40 persen dari Rp 2,3 triliun. “Angka tersebut lumayan, berarti masyarakat memang butuh. Seandainya nanti di bawah angka itu, ada indikasi bahwa non tunai sudah merebak. Kalau realisasinya 50 persen ada di Natal, ini indikasi kuat non tunai semakin diminati oleh masyarakat luas,” ungkap dia.

Non tunai tersebut dalam bentuk antara lain ATM debit, kartu kredit, e-tol, kartu untuk tukar beras, hingga online. Pada bagian lain, terkait dengan peredaran uang palsu selama 2018 ini, kata Budi, sangat minimal. “Selama ini kami sudah cek dan bekerja sama dengan kepolisian,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement