REPUBLIKA.CO.ID, Trauma yang menimpa anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tidak mudah hilang. Apalagi, bila yang menjadi pelakunya masih dari kalangan keluarga sendiri. Hal ini, karena jiwa anak-anak masih lugu dan mudah untuk diperdaya oleh orang-orang dewasa di sekitarnya, dan bila menjadi korban dapat menimbulkan traumatik pada anak.
Setidaknya itulah yang terungkap dari kesaksian Sari, (bukan nama sebenarnya) salah seorang ibu di Kerendang, Tambora, Jakarta Barat, saat menghadiri kegiatan Penyuluhan Penyadaran Bahaya Pornografi yang dilakukan oleh Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornograi (MTP) pada sekitar 70 orang tua siswa MI Manba’ul Chairat I, Kerendang, Tambora, Jakarta Barat, Rabu (19/12).
Lebih jauh, Sari menceritakan, bahwa saat anaknya berusia 4 tahun, anaknya pernah menjadi korban pencabulan (sodomi). Peristiwa ini diawali saat anaknya tersebut tanpa menyebutkan sebabnya mendesaknya untuk pindah rumah.
Belakangan diketahui bahwa anaknya telah menjadi korban kekerasan seksual oleh pamannya sendiri. "Meskipun kini anak saya sudah kuliah, namun sampai sekarang ia masih trauma bila mendengar orang menyebut nama pelaku pencabulan padanya, apalagi jika bertemu," ungkap Sari.
Untuk itu, Sari mendukung kegiatan penyuluhan yang dilakukan Perhimpunan MTP ke sekolah-sekolah. Sari memandang penting penyuluhan penyadaran bahaya pornografi ini dilakukan secara terus-menerus ke berbagai lapisan masyarakat, agar para orangtua lebih waspada.
Ketua Umum Perhimpunan MTP Azimah Subagijo (berkerudung kuning) memberikan penyuluhan penyadaran bahaya pornografi pada sekitar 70 orang tua siswa MI Manba’ul Chairat I, Kerendang, Tambora, Jakarta Barat, Rabu (19/12). (Foto: Istimewa)
Ketua Umum Perhimpunan MTP Azimah Subagijo yang hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut menyatakan, bahwa anak-anak memang rentan menjadi korban kekerasan seksual. Menurutnya, orang-orang yang sudah kecanduan pornografi, biasanya akan meningkat untuk melampiaskan hasrat seksualnya pada dunia nyata.
"Awalnya dia akan melampiaskannya dengan berkhayal atau masturbasi, namun selanjutnya dia biasanya akan mencari orang lain yang lebih lemah kondisinya seperti anak-anak. sebagai pelampiasannya," ujar Azimah pada Republika.co.id.
Untuk itu, menurut anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) periode 2010-2016 ini, semua pihak harus bergegas melakukan penyadaran bahaya pornografi ke semua lini, terutama orangtua. Mengingat, anak yang sudah menjadi korban pornografi atau kekerasan seksual akan terganggu tumbuh kembangnya akibat trauma yang dideritanya. Apalagi, jika tidak segera ditangani dengan baik.
Dan berdasarkan temuan kasus di lapangan, biasanya pelakunya adalah orang-orang yang dikenal oleh korban. “Bila di dalam rumah kita ada anggota keluarga yang menyimpan materi pornografi, maka sudah hampir dipastikan anak-anak kita potensial menjadi korbannya. Baik sebagai pengguna pornografi juga atau sebagai korban kekerasan seksual sebagaimana anak bu Sari, tadi," ucap Azimah.
Selain di Kerendang, pada hari yang sama, Perhimpunan MTP juga melakukan penyuluhan kepada 60 orangtua siswa dan guru di SD Muhamadiyah 26 Tanah Sereal, Tambora, Jakarta Barat. Di tempat yang terakhir ini bahkan ditemukan kasus ada remaja yang mengalami penyimpangan seksual yaitu berhubungan intim dengan ayam berdasarkan kesaksian Sulasmi salah seorang peserta penyuluhan. Sehingga dampak pornografi terutama kepada anak-anak semakin hari semakin terlihat saja buktinya.
Kegiatan penyuluhan penyadaran bahaya pornografi di MI Manba’ul Chairat I Kerendang dan SD Muhamadiyah 26 Tanah Sereal ini, dilakukan oleh Perhimpunan MTP sebagai rangkaian roadshow peringatan 10 tahun Undang-Undang Pornografi yaitu melakukan advokasi langsung ke masyarakat terutama dari keluarga rentan.