Selasa 18 Dec 2018 20:47 WIB

PPATK: Rp 47,2 M Transaksi Mencurigakan Terkait Pemilu 2019

PPATK menerima 143 laporan transaksi mencurigakan terkait Pemilu 2019.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Kepala PPATK - Kiagus Ahmad Badaruddin
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kepala PPATK - Kiagus Ahmad Badaruddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin, mengatakan ada 143 laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait Pemilu 2019. Transaksi mencurigakan ini melibatkan peserta pemilu, keluarga peserta pemilu, parpol, dan penyelenggara pemilu.

"Kami mengidentifikasi adanya 143 laporan transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan paslon maupun keluarganya. Selain itu, juga melibatkan parpol dan penyelenggara pemilu. Jumlah nominal transaksi sebesar Rp 47,2 miliar," ujar Kiagus kepada wartawan di Gedung PPATK, Juanda, Jakarta Pusat, Selasa (18/13).

Kemudian, Kiagus juga mengungkapkan hasil pemantauan transaksi keuangan selama 2017 hingga kuartal III 2018. Dari pemantauan itu, tercatat transaksi keuangan secara tunai yang sangat signifikan terkait penyelenggaraan pemilu maupun kontestasi.

"Jumlahnya ada 1.092 laporan transaksi keuangan tunai yang melibatkan penyelenggara pemilu, paslon, keluarga paslon, serta partai politik dengan jumlah total Rp 1,3 triliun," tutur dia.

Dia melanjutkan, sebagai lembaga pencegah tindak pidana pencucian uang (TPPU), pihaknya dan Bawaslu mencoba mengimplementasikan nota kesepahaman dalam pengawasan pemilu. Nota kesepahaman ini juga sudah dijalankan sejak Pemilu 2014 dan Pilkada 2018.

Terpisah, anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan hasil pemantauan PPATK merupakan sebuah dugaan. Selanjutnya, Bawaslu akan berkirim surat kepada sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu).

Menurut dia, jika gakkumdu menyatakan dugaan itu harus dicari buktinya, maka Bawaslu harus segera mengirim surat kepada Bank Indonesia, OJK dan bank lain yang menyediakan dana tersebut.

"Jadi sebagai laporan apakah benar ada dana dan transaksi seperti itu. Sebab, bagaimanapun kita berhubungan dengan tindak pidana, harus ada bukti yang dijadikan. Dari situ nanti kita bisa lanjut ke proses pidananya," tegas Fritz.

Fritz mengakui jika proses tindak lanjut oleh Bawaslu tidak sederhana. Meski demikian, pihaknya menegaskan mampu mengantisipasi hal itu.

Salah satu langkah yang akan ditempuh Bawaslu adalah melihat laporan akhir dana kampanye (LADK). "Nanti kami bisa sambil melihat bukti yang diajukan apakah sudah sesuai atau tidak. Bisa merujuk kepada pasal 325 dan 327 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 apakah ada yang melebihi, apakah berasal dari sumber yang jelas, apakah ada kemungkinan berasal dari hasil tindak pidana atau bukan?" jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement