Selasa 18 Dec 2018 13:44 WIB

KPK Bidik Korporasi dalam Kasus Proyek Fiktif Waskita Karya

KPK terus mendalami kasus 14 proyek fiktif dua pejabat Waskita Karya.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Korupsi Dana Infrastruktur. Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan keterangan pers di KPK, Jakarta, Senin (17/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Korupsi Dana Infrastruktur. Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan keterangan pers di KPK, Jakarta, Senin (17/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait 14 proyek fiktif dua pejabat PT Waskita Karya. KPK telah menetapkan Kepala Divisi (Kadiv) II PT Waskita Karya ‎periode 2011-2013 Fathor Rachman (FR) dan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014 Yuly Ariandi Siregar (YAS) sebagai tersangka korupsi.

Kedua pejabat Waskita Karya tersebut diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi, terkait proyek fiktif pada BUMN. Adapun, proyek tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, dan Papua. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, tak menutup kemungkinan dalam pengembangan kasus, KPK bakal menjerat Waskita Karya sebagai korporasi dan pihak lain yang terlibat atau diuntungkan dari korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara hingga Rp 186 miliar tersebut.

"Nanti mengalir saja, kalau memang ditemukan fakta yang cukup, alat bukti permulaan yang cukup untuk melangkah ke korporasi atau orang lain pasti akan dilakukan. Saat ini masih menunggu teman-teman di penyidikan apakah kemudian nanti akan ke korporasi atau orang lain terus terang kita masih menunggu," ujar Agus.

Dalam kasus ini, diduga, Fathor dan Yuly  telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi, terkait pelaksanaan pekerjaan sub kontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya. Sedikitnya, ada 14 proyek infrastruktur di sejumlah daerah Indonesia yang dikorupsi oleh dua pejabat Waskita Karya.

Diduga empat perusahaan sub-kontraktor mendapat 'pekerjaan fiktif' dari sebagian proyek pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan normalisasi sungai.

Padahal, proyek-proyek tersebut telah dikerjakan oleh perusahaan lainnya.

Atas subkontrak pekerjaan fiktif ini, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut. Setelah menerima pembayaran, perusahaan-perusahaan subkontraktor itu menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya tersebut kepada sejumlah pihak, termasuk yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Yuly.

Atas perbuatan keduanya diduga terjadi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp186 miliar dari sejumlah pengeluaran atau pembayaran PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor yang melakukan pekerjaan fiktif.

Atas perbuatannya, Fathor dan Yuly disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement