Rabu 12 Dec 2018 19:00 WIB

KPK Duga Suap Mengalir ke DPRD Agar Izin Meikarta Diperluas

Perubahan aturan tata ruang memungkinkan proyek Meikarta mencapai 500 hektare.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Pekerja beraktivitas di areal proyek pembangunan kawasan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (3/11/2018).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Pekerja beraktivitas di areal proyek pembangunan kawasan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (3/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK terus mengembangkan penyidikan kasus suap terkait perizinan proyek Meikarta. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut, pihaknya menduga ada uang suap ‎yang mengalir ke anggota DPRD Bekasi.

"KPK juga telah mengidentifikasi adanya dugaan aliran dana untuk mengubah aturan tata ruang tersebut dan itu sedang terus kami telusuri saat ini," tutur Febri, Rabu (12/12).

Sehari sebelumnya, KPK memeriksa tiga pimpinan DPRD Bekasi yakni Sunandar, Daris, dan Mustakim. ‎Dari pemeriksaan tiga unsur pimpinan DPRD Bekasi itu, KPK mendalami soal perubahan aturan tata ruang yang baru di Bekasi.

"Untuk para anggota DPRD ini kami mendalami lebih lanjut bagaimana usulan atau kepentingan-kepentingan dari pihak-pihak tertentu untuk melakukan perubahan atau pengaturan tata ruang yang baru di Bekasi," terang Febri.

‎‎KPK menduga ada pihak yang sengaja merubah aturan ‎tata ruang dan wilayah (RTRW) yang baru di Bekasi. Diduga, aturan tersebut sengaja dirubah untuk memuluskan kepentingan proyek Meikarta. Diketahui, aturan tata ruang yang ada sejak awal tidak memungkinkan untuk Lippo Group membangun proyek Meikarta sampai 500 hektare.

"Nah perubahan atau pengaturan tata ruang melalui perda tersebut kami duga itu dilakukan atas kepentingan agar proyek Meikarta bisa dibangun sampai dengan luas sekitar 500 hektare di Bekasi," terangnya.‎

Menurut Febri, aturan tata ruang yang ada sejak awal tidak memungkinkan untuk Lippo Group membangun proyek meikarta sampai 500 hektare. Karenanya, KPK mensinyalir permasalahan perizinan proyek pembangunan Meikarta sudah terjadi sejak awal.

"Jadi kami Ingatkan pada pihak-pihak yang mengetahui rangkaian perbuatan ini agar kooperatif dan secara terbuka menyampaikan keterangan pada KPK karena kami sudah memiliki bukti-bukti yang kuat bahwa Ada dugaan aliran dana juga untuk perubahan aturan tata uang melalui perda tersebut," ujarnya.

Pada hari ini, KPK meminta keterangan mantan wakil gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dan Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati. KPK juga melakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari dimulai tanggal 15 Desember 2018 - 12 Januari 2018 untuk salah satu tersangka dalam kasus ini, Bupati Bekasi nonaktif, Neneng Hasanah Yasin.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.

Selain Neneng dan Billy, ‎KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).

Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat ‎MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).

photo
OTT Kasus Suap Meikarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement