REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar (Demiz) hari ini diperiksa penyidik KPK. Deddy dimintai keterangan dalam kasus dugaan suap terkait proyek Meikarta, di Kabupaten Bekasi.
Usai diperiksa, Deddy yang diperiksa saksi untuk tersangka Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro itu mengaku dicecar sekitar 31 pertanyaan oleh penyidik KPK. Pertanyaan yang dilontarkan, kata Deddy seputar pemberian rekomendasi kepada Pemkab Bekasi.
"Ya soal Meikartalah. Rapat-rapat BKPRD, rekomendasi (lahan kepada Pemkab Bekasi untuk Meikarta)," ujarnya.
Lebih lanjut, Deddy mengaku pernah melaporkan perihal pemberian rekomendasi penggunaan lahan untuk proyek milik Lippo Group itu. "Saya juga lapor ke Pak Jokowi. Pak ini beberapa pejabat publik sudah main bola liar sama Meikarta, ini adalah faktanya begini. Pak Jokowi bilang, ya sudah sesuai aturan dan prosedur. Ya sudah selesai, 84,6 hektare," terang Deddy.
Pemain film Nagabonar itu menyampaikan hal tersebut pada saat Jokowi mengunjungi Muara Gembong pada 2017 lalu. Saat itu pun, Jokowi meminta agar pemberian rekomendasi tersebut sesuai aturan dan prosedur.
Setelah itu, Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Jawa Barat memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi untuk lahan yang dapat digunakan proyek Meikarta seluas 84,6 hektare, pada akhir Desember 2017.
Sebelum rekomendasi dari Pemprov Jawa Barat itu keluar, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin lebih dahulu mengeluarkan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) seluas 84,6 hektare kepada PT Lippo Cikarang Tbk, pada Mei 2017. Izin tersebut untuk pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan dan perkantoran, di Desa Cibatu, Cikarang Selatan.
Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, penyidik mendalami kapasitas Deddy Mizwar terkait kewenangannya dalam perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi dalam kapasitas sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat terkait rekomendasi perizinan proyek Meikarta," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Rabu (12/12).
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra, dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.