REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian ikut ambil bagian dalam menangani masalah registrasi kartu prabayar, menyusul tingginya penyalahgunaan No Induk Kependudukan (NIK) untuk melakukan registrasi. Menurut Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri), Komisaris Besar Polisi Asep Safrudin, kartu prabayar yang didaftarkan menggunakan NIK yang tidak sah tersebut banyak dipergunakan untuk tindak pidana.
Asep menjelaskan polisi tidak memiliki niat sedikit pun untuk mengganggu iklim bisnis yang ada di industri telekomunikasi. Namun polisi ingin agar bisnis yang dijalankan pelaku usaha di industri telekomunikasi tak hanya mementingkan keuntungan semata, tetapi juga harus sesuai dengan koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
“Tindakan kejahatan akibat penyalahgunaan NIK untuk registrasi prabayar ini, merupakan dampak dari pengaturan yang tidak teratur. Karena banyaknya tindak pidana yang menggunakan handphone dengan kartu prabayar yang didaftarkan menggunakan NIK yang tidak sah tersebut, membuat negara melalui Polri hadir untuk melindungi masyarakat,” ucap Asep dalam keterangannya, Senin (10/12).
Asep menegaskan hadirnya polisi dalam registrasi prabayar ini bukan untuk menakut-nakuti pelaku usaha. Tujuan Polri hadir dalam registrasi prabayar semata-mata untuk menyelamatkan masyarakat agar tak menjadi korban atas kelalaian pelaku usaha dan regulator di industri telekomunikasi.
Kehadiran Polri dalam registrasi prabayar ini juga bertujuan mencegah masyarakat menjadi pelaku kejahatan dengan menggunakan kartu prabayar yang didaftarkan dengan NIK yang tidak sah. “Melakukan registrasi prabayar atas nama orang lain itu jelas-jelas salah dan melanggar hukum. Ancaman hukumannya juga sangat jelas. Untuk mencegah tindak pidana dan menegakkan hukum Polri tak bisa bekerja sendiri. Kami membutuhkan dukungan dari Kemenkominfo, BRTI, operator telekomunikasi, pelaku usaha telekomunikasi dan seluruh lapisan masyarakat,” terang Asep.
Berdasarkan penyelidikan Bareskrim yang dilakukan selama sembilan bulan terakhir, masih ada lonjakkan yang luar biasa terkait NIK yang dipergunakan untuk meregistrasi kartu prabayar. Bareskrim menemukan ada satu NIK dipergunakan untuk mendaftarkan jutaan nomer prabayar. Asep menjelaskan saat ini Polri sudah memiliki data yang akurat dari tingkat outlet hingga pihak provider telekomunikasi yang terindikasi nakal dengan mendaftarkan satu NIK untuk jutaan nomer prabayar.
Sabirin Mochtar, Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika mengakui masih banyak NIK yang didaftarkan dengan jutaan nomer prabayar. Bahkan ada anak balita atau orang tua kelahiran tahun 1920 yang didaftarkan dengan lebih seratus nomer.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kominfo hingga 30 November 2011, jumlah akses atau hits yang berhasil masuk ke Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) mencapai 1,7 juta per hari. Bahkan setiap hari menunjukkan trend peningkatan. Kemenkominfo juga menemukan kasus dimana satu NIK didaftarkan lebih dari 50 ribu SIM Card dalam satu detik.
Sabirin berharap dengan adanya surat edaran dan ketetapan BRTI ini, jumlah akses dan penyalahgunaan NIK untuk registrasi prabayar mengalami penurunan. “Seharusnya dengan skema bisnis berbasis pulsa dan penjualan nomer baru sudah mengalami penurunan. Saya heran juga kenapa hingga saat ini penjualan kartu perdana masih naik,” ujar Sabirin.
Asep menjelaskan dengan adanya surat edaran dan ketetapan BRTI tersebut, Polri bisa melakukan penindakan. Peyalahgunaan data kependudukan untuk melakukan registrasi prabayar bisa diancam pidana melalui UU ITE pasal 35 dengan ancaman hukuman 12 tahun.
“Jika ada pihak-pihak yang turut serta membantu tindak pidana penyalahgunaan NIK untuk registrasi prabayar akan diancam KUHP pasal 55. Sehingga jika ditemukan dealer, provider bahkan regulator yang ikut serta dalam penyalahgunaan NIK untuk registrasi prabayar ini akan diancam dengan hukuman pidana. Saat ini Polri tak akan mentolerir pihak-pihak yang menggunakan SIM card untuk kejahatan atas kelalaian atau atas unsur kesengajaan dari pelaku bisnis telekomunikasi,” kata Asep. Selain diancam menggunakan UU ITE, penyalahgunaan data kependudukan untuk kegiatan registrasi prabayar juga akan diancam dengan UU Administrasi Data Kependudukan dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Maraknya penjualan kartu prabayar yang didaftarkan dengan menggunakan NIK dan No Kartu Keluarga (NKK) yang tidak sah tersebut mendorong Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengeluarkan Surat Edaran BRTI No 01 tahun 2018 dan Surat Ketetapan BRTI No 3 tahun 2008 tentang Larangan Penggunaan Data Kependudukan Tanpa Hak atau Melawan Hukum untuk Keperluan Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi. Dalam aturan yang dikeluarkan tanggal 21 November yang lalu, BRTI mengajak Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri) untuk menindak setiap pelanggaran yang terjadi karena menggunakan data kependudukan tanpa hak untuk keperluan registrasi kartu prabayar.
Sebelum surat edaran tersebut keluar, Tio, pria yang menjadi agen kartu seluler prabayar mengungkapkan, adanya aplikasi untuk mendaftarkan calon pengguna kartu prabayar tanpa NIK dan NKK. "Tadinya ada aplikasi, nggak make KTP sama KK tapi pakai aplikasi biar bisa daftar," kata Tio, di Jakarta Barat kepada Republika.co.id, Jumat (7/12).
Namun, dikatakannya, aplikasi tersebut sudah tidak bisa dipakai sejak dua hari lalu tanpa alasan yang jelas. Menurutnya, diblokirnya aplikasi tersebut oleh pemerintah karena dianggap menyalahi aturan.
Agen kartu prabayar lainnya, Felicia juga mengakui adanya aplikasi tersebut. Namun, aplikasi tersebut sudah tidak bisa dipakai.
"Aplikasi kan sekarang nggak bisa lagi. Kemaren bisa, tapi ketahuan," ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat.
Felicia juga tidak menerapkan tarif kepada konsumennya saat 'membantu' mendaftarkan calon pengguna kartu bayaran. Ia menuturkan, 'bantuan' tersebut sudah termasuk dalam harga jual kartu perdana prabayar.
Pengguna kartu prabayar, Irfan mengaku, sudah tidak dapat mendaftar lebih dari tiga nomor sejak Mei lalu. Ia juga tidak mengetahui ada aplikasi yang memungkinkan seorang pengguna mendaftar tanpa menyematkan NIK dan nomor KK.
Irfan tidak mempermasalahkan surat edaran yang dikeluarkan BRTI. Menurutnya, yang perlu diperbaiki adalah kualitas jaringan yang disediakan oleh penyedia kartu prabayar.
"Dari Mei juga udah maksimal tiga kan, yang penting menurut saya (kualitas) sinyalnya yang perlu dinaikin," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (7/12).
Salah satu pengguna yang lain, Annisa Rahma mengatakan, surat edaran yang dikeluarkan BRTI perlu disertakan implementasi terhadap larangan penggunaan data tersebut. Annisa menyampaikan, dirinya mempertanyakan keamanan data pengguna kartu prabayar selama Kemenkominfo mewajibkan pendaftaran kartu prabayar menggunakan NKK.
"Saya sering dapat SMS dari nomor nggak jelas, menang kuis, menang hadiah segala macem, padahal enggak pernah ngasih nomor telepon," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat.