REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat banyaknya pelanggaran mengenai aturan registrasi prabayar, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), kembali mengeluarkan surat edaran. Surat Edaran BRTI No 01 tahun 2018 tentang Larangan Penggunaan Data Kependudukan Tanpa Hak atau Melawan Hukum untuk Keperluan Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
Ketut Prihadi Kresna Murti, Komisioner BRTI mengatakan dengan adanya surat edaran yang diterbitkan pada 21 November 2018 yang lalu membuat aturan mengenai registrasi prabayar semakin jelas dan tegas. Sehingga tidak bisa lagi ditafsirkan atau dipahami secara berbeda oleh operator maupun dealer atau agen.
Dalam aturan tersebut, BRTI mengajak Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri) untuk menindak setiap pelanggaran yang terjadi karena menggunakan data kependudukan tanpa hak untuk keperluan registrasi kartu prabayar. Ia menegaskan, BRTI akan konsisten dan memiliki komitmen sangat kuat untuk melaksanakan aturan registrasi prabayar tersebut dengan benar serta tegas.
"Karena dahulu sanksi hanya administrasi makanya masih banyak ditemukan penyalahgunaan. Dalam surat edaran No 1 tahun 2018 BRTI mengajak pihak kepolisian untuk melakukan penindakkan terhadap penyalahgunaan data kependudukan untuk registrasi prabayar,” ucap Ketut dalam keterangannya, Kamis (6/12).
BRTI menilai, pelaksanaan kewajiban registrasi pelanggan jasa telkomunikasi prabayar belum sempurna, meski sudah berjalan lebih dari satu tahun. Hingga kini masih banyak ditemukan penjualan kartu prabayar yang melakukan registrasi dengan menggunakan No Induk Kependudukan (NIK) dan No Kartu Keluarga (NKK) yang tidak sah.
Bahkan banyak ditemukan penjual yang menawarkan kartu prabayar yang sudah aktif kepada konsumennya. Mereka menggunakan identitas data kependudukan orang lain tanpa hak. Tentu saja langkah yang dilakukan penjual tersebut melanggar aturan.
Dengan keluarnya surat edaran BRTI tersebut, kini pelanggan kartu prabayar hanya diperbolehkan melakukan registrasi kartu prabayarnya maksimum tiga nomor untuk satu operator. Dealer atau agen penjual hanya diperkenankan untuk membantu dalam melakukan registrasi kartu yang dibeli oleh konsumen. Pelanggan yang meminta dibantu dalam melakukan registrasi oleh agen atau dealer diwajibkan menunjukkan E-KTP, KK yang asli dan membuat pernyataan di atas materai.
Ketut menerangkan, dalam aturan yang baru ini agen atau dealer yang selama ini memiliki program atau software untuk melakukan registrasi dalam jumlah banyak, tak diperkenankan lagi untuk dipergunakan. Registrasi yang menggunakan aplikasi hanya diperbolehkan dilakukan oleh operator telekomunikasi, dan itu pun hanya digunakan untuk melakukan registrasi M2M (machine-to-machine).
Jadi, kata dia, agen atau dealer yang selama ini melakukan registrasi prabayar dengan aplikasi sudah tidak boleh sama sekali. Operator atau agen yang selama ini nakal dengan melakukan registrasi secara massif juga tak akan bisa dilakukan.
"Jika di kemudian hari ditemukan ada operator atau agen yang nakal, pihak Bareskirm akan segera melakukan penindakkan,” ucap Ketut.
Di aturan baru yang dikeluarkan BRTI ini juga akan mengatur mengenai registrasi bagi pelanggan korporasi. Selama ini pelanggan korporasi bisa mendaftarkan kartu prabayar hanya dengan NIK PIC-nya saja. Namun dalam aturan yang baru ini, pelanggan korporasi harus melakukan registrasi kartu prabayar hingga pengguna akhirnya.
BRTI juga akan mengeluarkan aturan mengenai batas maksimal penggunaan kartu prabayar. Nantinya satu NIK hanya diperbolehkan memiliki tiga kartu prabayar untuk seluruh operator telekomunikasi.
Ketut mengatakan, dalam aturan yang tengah digarap oleh BRTI tersebut nantinya juga mewajibkan bagi operator untuk mengumumkan jumlah pelanggan yang berhasil melakukan registrasi prabayar (hasil rekonsiliasi). Dengan ketatnya aturan yang dibuat oleh BRTI tersebut, Ketut berharap dapat menutup celah bagi siapa pun yang akan melakukan manipulasi data kependudukan untuk kegiatan registrasi prabayar. Sehingga meminimalkan penggunaan penyalahgunaan NIK untuk kegiatan registrasi prabayar.