REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan, korupsi mulai marak sejak era reformasi. Sebab, setelah reformasi ada beberapa sistem pemerintahan yang berubah, salah satunya desentralisasi dan pelaksanaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Jusuf Kalla menjelaskan, sebelumnya ketika orde baru semua kebijakan diputuskan oleh pemerintah pusat sehingga kasus korupsi hanya muncul di tataran pusat. Sementara setelah ada desentralisasi, kepala daerah memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan, sehingga korupsi menjalar di daerah.
Selain itu, pada masa dahulu fungsi DPR dan DPRD hanya sekadar ketok palu atau mengesahkan kebijakan. Sedangkan, saat ini DPR dan DPRD terlibat dalam negosiasi atau diskusi dengan pemerintah untuk mengambil keputusan kebijakan. Akibatnya, banyak anggota DPRD maupun DPR yang terciduk KPK.
"Akhirnya timbul suatu kekuatan di DPR dan kekuatan itu menjadi bagian daripada cara orang memberikan sesuatu pada DPR. Jadi ini korupsi antarpusat, kalau zaman dulu sebagian besar di pusat, (sekarang) pusat, daerah, DPR, legislatif itu akibat karena reformasi, perubahan sistem pemerintahan kita," ujar Jusuf Kalla dalam pidatonya ketika Penyerahan Predikat kepada Unit Kerja yang Mendapat Predikat Wilayah Kerja Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bebas Melayani, di Hotel Sultan, Senin (10/12).
(Baca: JK Serahkan Penghargaan Bebas Korupsi pada Tujuh Instansi)
Jusuf Kalla menjelaskan, perubahan sistem pemerintahan ini membawa dilematis tersendiri. Dengan adannya desentralisasi, kepala daerah memiliki kewenangan penuh untuk memberikan izin investasi. Hal ini dapat menjadi peluang korupsi, karena biasanya pengusaha ingin pengurusan izin berlangsung cepat sehingga ada negosiasi-negosiasi antara kepala daerah dengan pengusaha. Selain itu, beberapa pihak berpendapat korupsi di daerah terjadi akibat gaji pemerintah yang rendah.
Namun di sisi lain, salah satu cara untuk memajukan bangsa yakni bukan hanya terpaku pada keputusan yang ada di pusat. Daerah harus tumbuh secara mandiri untuk memajukan wilayahnya masing-masing.
"Dulu izin tambang semuanya di pusat, sekarang izin tambang di gubernur, dulu sebelumnya di bupati, jadi akhirnya banyak bupati yang kena. Karena seperti saya katakan tadi, orang korup karena ingin cepat (perizinan), daripada 2 bulan, 3 bulan, 100 tahun baru keluar, lebih baik sekarang aja, harganya berapa," kata Jusuf Kalla.
Untuk menghindari hal tersebut, Jusuf Kalla mendorong perlu adanya peningkatan integritas pemerintah daerah dan pendapatan daerah yang tinggi. Karena dengan pertumbuhan yang tinggi dapat memberikan pajak yang tinggi. Adapun dengan pendapatan yang tinggi maka pemerintah daerah bisa membayar tunjangan yang lebih baik dari sebelumnya, sehingga alasan untuk korupsi karena kurang pendapatan bisa diatasi.
"Ini lingkaran yang patut diperbaiki, maka apa yamlng dilaksanakan sekarang hrus bersamaan. Mari tingkatkan layanan masyarakat bebas korupsi, maka negara mempunyai pendapatan lebih tinggi, dan pendapatan tinggi itu akan menjadi bagian pendapatan pula kepada seluruh aparat kita dan masyarakat," kata Jusuf Kalla.