REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapendam XVII Cendrawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi mengimbau kepada seluruh masyarakat, agar jangan mudah termakan isu propaganda apalagi menyoal adanya warga sipil Papua yang menjadi korban penyerangan TNI Polri. Aidi mengatakan, upaya tersebut sengaja digunakan oleh para pelaku penembakan Nduga, untuk memojokkan TNI Polri.
"Segala pernyataan tentang jatuhnya korban sipil, serangan bom, dan istilah zona tempur, hanyalah upaya propaganda pihak KKSB (kelompok kriminal separatis bersenjata) untuk berusaha menggiring opini publik, guna memojokkan TNI Polri. Mereka membuat seolah-olah TNI Polri yang telah melakukan tindakan pelanggaran HAM, sedangkan mereka yang telah membatai puluhan orang warga sipil yang tidak berdosa seakan-akan bukan suatu kesalahan," kata Aidi dalam keterangan tertulisnya, Ahad (9/12).
Hal ini diungkapkannya, untuk menanggapi pemberitaan oleh beberapa media yang menyebut berdasarkan laporan dari kepala kampung di Yigi, mengatakan bahwa dalam proses evakuasi pasukan TNI melakukan serangan udara dan serangan Bom dan mengakibatkan sejumlah warga sipil tewas menjadi korban. Aidi menegaskan, TNI tidak pernah menggunakan serangan bom, TNI hanya menggunakan senjata standar pasukan infantri yaitu senapan perorangan yang dibawa oleh masing-masing prajurit. Media dan warga juga bisa melihat bahwa alutsista yang digunakan TNI hanya helly angkut jenis bell dam MI-17.
"Tidak ada heli serang apalagi pesawat tempur atau pesawat pengebom," ucapnya.
Selain itu, lebih lanjut dikatakan Aidi, hingga saat ini TNI belum pernah melakukan serangan, sebaliknya pada saat melaksanakan upaya evakuasi, justru anggota KKSB yang menyerang Tim Evakusi sehingga terjadi kontak tembak, dan mengakibatkan satu orang anggota Brimob menderita luka tembak.
Aidi juga menggambarkan lokasi pembantaian di bukit Puncak Kabo adalah kawasan hutan yang terletak sekitar 4-5 kilometer dari pinggir kampung terdekat. Jadi, bila ternyata ada laporan telah jatuh korban akibat kontak tembak tersebut, maka dapat dianalisa bahwa korbannya bukan warga sipil murni, tapi mungkin saja mereka adalah bagian dari para pelaku pembantaian.
Aidi juga menanggapi seruan Sabby Sambon yang mengaku juru bicara KKSB, agar TNI bertempur secara benar, jangan bertempur di luar zona tempur yang sudah ditentukan. KKSB mengklaim bahwa mereka telah menentukan zona tempur di kawasan Habema sampai dengan Mbua, walaupun itu hanya klaim sepihak.
"Tidak pernah ada perjanjian antara TNI dan KKSB tentang zona tempur tersebut. Ini adalah cara bertempur sistem gerilya dimana tidak dikenal adanya zona tempur, tapi dimana pasukan TNI bertemu dengan KKSB maka disitulah zona tempurnya," tegasnya.
Lebih lanjut mengenai zona tempur ini, Sabby Sambon mengatakan TNI jangan bertempur di Yigi atau Mbua karena sudah di luar zona tempur. Tetapi pada faktanya, justru KKSB telah melakukan pembantaian di bukit Puncak Kabo Distrik Yigi dan melakukan penyerangan Pos TNI di Mbua.
KKSB telah melakukan serangan terhadap pasukan gabungan TNI Polri yang sedang melakukan upaya evakuasi terhadap korban, baik di TKP Puncak Kabo maupun di sepanjang jalur evakuasi Yigi-Mbua. Artinya KKSB jelas sangat tidak konsisten terhadap pernyataannya sendiri.
Saat ini, fokus dari TNI Polri adalah melaksanakan pencarian sisa korban yang belum ditemukan. Sesuai dengan data, masih tersisa dua orang jenazah yang belum ditemukan dan dua orang korban yang diduga masih hidup hingga sekarang belum diketahui nasibnya.
Saat ini pasukan gabungan TNI-Polri telah menguasai dan menduduki distrik Yigi dan Mbua. Situasi di distrik Mbua pasca penyerangan KKSB terhadap pos TNI di Mbua pada Senin (3/12) lalu, masyarakat secara umum mengungsi ke hutan.
Namun sejak kemarin hingga sekarang warga Mbua sudah mulai berangsur-angsur kembali ke kampung, dan kegiatan sosial serta roda ekonomi mulai berjalan kembali. Sedangkan di Yigi situasi kampung masih sepi hanya beberapa warga yang bertahan di kampung, sementara sebagian masyarakat masih berlindung di hutan.