REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menuturkan, penyidik Polri sudah bersungguh-sungguh melakukan tugasnya dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Kompolnas juga terus memantau perkembangan pengusutan kasus tersebut.
"Para penyidik juga menggunakan scientific crime investigation guna mencoba mengungkap kasus ini," kata dia, Jumat (7/12).
Poengky mengatakan, Kompolnas selaku pengawas fungsional Polri melakukan pemantauan terhadap penanganan kasus Novel Baswedan oleh kepolisian. Pihaknya juga telah melakukan gelar perkara dengan Polda Metro Jaya untuk melihat sejauh mana Polri menangani kasus itu.
"Kompolnas akan kembali melakukan gelar perkara dengan Polda Metro Jaya pada Senin 10 Desember mendatang untuk mengetahui sejauh mana perkembangannya," ucap dia.
Kompolnas, lanjut Poengky, mengakui ada kendala dalam mengungkap kasus yang terjadi pada 11 April 2017 lalu itu. Antara lain, Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang sudah tidak steril saat penyidik datang, CCTV yang kurang bisa menangkap sosok pelaku, dan tiadanya saksi yang mengetahui secara pasti siapa pelaku kejahatan.
"Serta terbatasnya keterangan yang diperoleh penyidik dari saksi-saksi, termasuk saksi korban," papar dia.
Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan terkait penanganan kasus Novel oleh jajaran Polsek Kelapa Gading, Polres Metro Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya, Kamis (6/12) kemarin. Dalam laporan itu, Ombudsman menemukan maladministrasi dalam penyidikan kasus tersebut.
Ombudsman menemukan empat poin maladministrasi penyidikan. Salah satunya, penundaan yang berlarut-larut dari kepolisian terhadap kasus Novel karena tak ada penetapan masa penugasan pada surat perintah tugas. "Masyarakat pun bingung, kasus Novel Baswedan ini sudah ditangani sejauh mana," paparnya.
Menurut Adrianus, pemanggilan kembali terhadap Novel sebagai saksi korban juga penting dilakukan. Sebab ada beberapa keterangan yang berpotensi menjadi petunjuk baru. Selama ini, kata dia, Novel banyak berbicara di media massa.
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap menyatakan pengungkapan kasus Novel mempertaruhkan keseriusan negara dan pemerintah dalam membuktikan apakah pemberantasan korupsi hanya menjadi ajang pencitraan saat kampanye, atau bentuk kebulatan tekad bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukan akibat korupsi yang merajalela.
"Perkara penyiraman air keras terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia harus dan wajib terungkap," tegasnya.