Pemulangan pengungsi
Masih berlangsungnya gelombang pengungsi Rohingya menimbulkan pertanyaan tentang situasi keamanan di Rakhine. Padahal, bulan ini, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi 2.200 pengungsi Rohingya.
Kendati demikian, PBB mendesak kedua negara menghentikan proses repatriasi tersebut karena dinilai belum dilakukan atas dasar sukarela. Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengatakan, masih ada rasa kepanikan dan kecemasan di kalangan pengungsi Rohingya yang akan dipulangkan ke Myanmar.
"Pengungsi (Rohingya) telah ber ulang kali menyatakan bahwa mereka tidak ingin kembali dalam kondisi saat ini. Beberapa keluarga pengungsi yang tampaknya terdaftar untuk kembali dipimpin perempuan atau anak-anak," kata Bachelet.
Di sisi lain, pemulangan paksa para pengungsi juga melanggar hukum internasional. "Pengusiran paksa atau pengembalian pengungsi dan pencari suaka ke negara asal mereka akan menjadi pelanggaran yang jelas terhadap prinsip hukum inti dari nonrefoulment yang melarang repatriasi ketika ada ancaman penganiayaan atau risiko serius terhadap kehidupan dan integritas fisik atau kebebasan dari individu," ujar Bachelet.
Ia menyerukan kepada Myanmar untuk menunjukkan keseriusan dalam menciptakan kondisi yang aman dan kondusif bagi para pengungsi Rohingya untuk kembali. Hal itu termasuk dengan tidak memperlakukan mereka secara diskriminatif. n reuters ed: yeyen rostiyani