Rabu 05 Dec 2018 18:24 WIB

UU Minuman Beralkohol Dinilai Sulit Terealisasi

Berlarutnya pembahasan RUU Minol menandakan banyak kepentingan yang terlibat

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Minuman Beralkohol
Foto: Republika/Prayogi
Minuman Beralkohol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Setelah sempat ditargetkan selesai pada Juni 2016, Rancangan Undang Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (LMB) hingga saat ini belum disahkan menjadi UU oleh DPR. Bahkan diprediksi pembahasan RUU yang sudah dibahas lebih dari dua tahun ini akan dihentikan karena tidak kunjung menemui titik temu.

Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Fahira Idris mengungkapkan, alot dan berlarut-larutnya pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini menandakan banyak kepentingan yang terlibat sehingga aturan ini tak kunjung selesai. Fahira juga menyesalkan begitu berlarut-larutnya pembahasan RUU LMB ini. Padahal di lapangan pelanggaran terkait minol dan tindakan kriminal yang dipicu minol di berbagai daerah di Indonesia sangat marak terjadi.

Ia pesimis RUU LMB bisa selesai dibahas terlebih di tahun politik. Menurut dia, sudah saatnya publik mengangkat persoalan RUU LMB ini ke pentas Pemilu 2019 dengan menarik komitmen parpol dan para capres terhadap larangan minol di republik ini.

"Mau sampai kapan persoalan minol yang begitu serius ini kita biarkan saja tanpa ada aturan undang-undangnya. Negeri ini seperti tidak punya skala prioritas,” kata Fahira, Rabu (5/12).

Padahal, lanjut dia, jika ditinjau dari sisi substansi, pembahasan RUU ini sudah cukup ideal dan menjadi solusi persoalan miras yang begitu kompleks. Kata 'larangan’ pada judul, sebenarnya adalah sebuah semangat dari RUU ini akan bahaya konsumsi minol terutama bagi generasi muda. Karena sesungguhnya, dalam RUU ini, minol masih diperbolehkan untuk kepentingan terbatas (kepentingan adat, keagamaan, wisatawan; dan farmasi), sehingga tidak dilarang total.

“Jadi banyak yang salah kaprah. Intinya minol dalam RUU ini diatur untuk kepentingan terbatas dan ini sebenarnya menjadi solusi,” paparnya.

Salah satu persoalan utama maraknya pelanggaran minol saat ini adalah, ringannya sanksi hukum yang diterima pelanggar hukum terkait minol. Minimnya sosialisasi bahaya minol dan program rehabilitasi pecandu minol. Kondisi ini mengakibatkan tingkat konsumsi minuman beralkohol semakin tinggi.

“Semua persoalan ini (sanksi hukum dan kewajiban pemerintah melaksanakan sosialisasi bahaya minol dan memfasilitasi rehabiltasi pecandu minol) dijawab tuntas oleh RUU LMB ini. Keduanya menjadi kewajiban pemerintah. Jadi isi dan substansinya sangat bagus. Makanya kita heran kenapa tidak juga selesai dibahas,” sebut Fahira.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement