REPUBLIKA.CO.ID, KUALA IDI - Sebuah perahu yang membawa 20 penumpang, yang diyakini warga Muslim Rohingya, dilaporkan telah mendarat di pantai Aceh Timur, pada Selasa (4/12). Kabar pendaratan ini adalah yang terbaru dari serangkaian keberangkatan kapal dari Myanmar dan Bangladesh.
Sebelumnya, sejumlah Muslim Rohingya telah berusaha melarikan diri ke Malaysia dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu menimbulkan kekhawatiran akan gelombang baru dari pelayaran berbahaya seperti 2015, yang rentan terhadap penyelundup manusia.
Badan mitigasi bencana di Aceh Timur mengatakan orang-orang yang mereka gambarkan sebagai pengungsi Rohingya itu mendarat di Kota Kuala Idi dan telah diberi makanan dan air. Otoritas imigrasi mengatakan kepada Reuters, petugas sedang dalam perjalanan ke wilayah tersebut untuk mempertanyakan kelompok itu.
Razali, kepala komunitas nelayan di daerah itu, mengatakan kelompok tersebut hendak menuju Malaysia, tetapi tidak jelas mengapa mereka mendarat di Indonesia. Kebanyakan penumpangnya adalah pria berusia 20 tahunan.
"Perahu mereka masih bisa berlayar dan mereka punya bahan bakar, jadi kami tidak tahu mengapa mereka memasuki daerah kami," kata Razali, di Kuala Idi, tempat perahu itu mendarat.
Belum jelas apakah kapal itu berasal dari Myanmar atau Bangladesh. Pada 2015, ribuan warga Rohingya mendarat di Indonesia dan Malaysia setelah mereka terdampar di Laut Andaman karena menjadi korban penyelundup manusia.
Pihak berwenang di Myanmar menyita sebuah perahu yang membawa 93 orang yang melarikan diri dari kamp-kamp Rohingya di Negara Bagian Rakhine bulan lalu. Itu adalah salah satu dari beberapa perahu yang mencoba melakukan perjalanan ke Malaysia.
Lebih dari 700 ribu warga Rohingya menyeberang ke Bangladesh tahun lalu. Mereka melarikan diri dari operasi militer di utara Negara Bagian Rakhine.
Gelombang keberangkatan terbaru datang ketika Myanmar bersiap untuk mengambil kembali sebagian pengungsi setelah setuju dengan Bangladesh untuk memulai repatriasi pada 15 November. Meski demikian, ada perlawanan luas dari Rohingya, yang mengatakan mereka tidak akan kembali tanpa jaminan hak-hak dasar, termasuk kewarganegaraan dan kebebasan bergerak.