Jumat 30 Nov 2018 14:24 WIB

PKK Solo Diterjunkan untuk Pendataan Kemiskinan

Data kemiskinan di Solo stagnan dalam beberapa tahun terakhir.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Gita Amanda
Kemiskinan, ilustrasi
Foto: Pandega/Republika
Kemiskinan, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menerjunkan ibu-ibu yang tergabung dalam Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk melakukan pendataan kemiskinan di Kota Bengawan. Hal itu dilakukan karena Pemkot menilai data kemiskinan di Solo stagnan dalam beberapa tahun terakhir.

Pelibatan anggota PKK dinilai tepat untuk mendata warga pra sejahtera. Sebab, para anggota PKK dianggap dekat dan mengetahui secara detail kondisi warga di sekitarnya. Para anggota PKK tingkat kelurahan tersebut telah diberikan pembekalan mengenai teknis dan metode sensus yang harus dilakukan.

Berdasarkan data Pemkot Solo per April 2018, jumlah keluarga prasejahtera tercatat sebanyak 90.098 jiwa atau 38.125 keluarga.

Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, menyatakan data kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) stagnan. Padahal, Pemkot telah melakukan berbagai upaya intervensi untuk mengurangi angka kemiskinan. Intervensi tersebut antara lain, Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS), Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS), dan bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

"Mestinya kemiskinan harus berkurang. Masak kita stagnan 10 persen sekian tidak turun-turun," kata Wali Kota kepada wartawan di Balai Kota Solo, Jumat (30/11).

Karenanya, mulai 2019 Pemkot melibatkan ibu-ibu PKK untuk mendata kemiskinan sesuai dengan indikstor yang ada. Menurutnya, jika mengacu indikator BPS, tidak ada orang miskin di Solo. Dia mencontohkan, sudah tidak ada warga Solo yang menerima gaji Rp 300 ribu. Bahkan, gaji penarik sampah sudah sesuai dengan Upah Minimum Kota (UMK). Indikator lainnya, rumah yang lantainya tanah diklaim tinggal satu atau dua. Selain itu, penerangan sudah menggunakan listrik semua. Dia juga menyebut, hampir semua warga sudah memiliki kendaraan bermotor dan televisi.

"Ya jangan dikategorikan miskin kalau begitu. Ini kan salah besar kalau data kemiskinan kita tidak turun. Makanya PKK kami libatkan untuk melakukan pendataan," terangnya.

Pendataan yang dilakukan PKK nantinya akan menggunakan sistem daring dan terkoneksi dengan data Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda). Dalam pendataan tersebut, Pemkot akan menggunakan indikator yang sedikit berbeda dengan indikator BPS.

Selama ini, BPS menggunakan 14 indikator kemiskinan. Sedangkan Pemkot akan menggunakan 25 indikator.

Pendataan tersebut antara lain mencakup, nama, pekerjaan, jumlah anak, kondisi rumah dan sebagainya. Kemudian dilampirkan foto dan dikirim ke Bappeda. Inovasi yang ditekankan Pemkot dalam pendataan kemiskinan yakni, RT jujur rakyat makmur, PKK jujur rakyat makmur.

"Kalau menurut indikatornya BPS hanya 14 indikator jadi sudah tidak ada orang miskin," ujarnya.

Dengan 25 indikator tersebut, lanjutnya, masyarakat yang mau naik kategori dari sangat miskin menjadi miskin akan enggan. Sebab, masyarakat khawatir tidak akan mendapatkan intervensi kebijakan penanggulangan kemiskinan dari pemerintah.

Wali Kota menyebut, warga yang sudah mendapatkan intervensi dari pemerintah nantinya akan tetap memperoleh. Hal itu dilakukan untuk mendorong keluarga tersebut semakin sejahtera.

"Yang namanya jaminan kesehatan nasional KIS-PBI, BPMKS ini diberikan untuk mengantisipasi jangan sampai jatuh miskin atau sangat miskin," jelasnya.

Secara terpisah, Kepala Bappeda Solo, Ahyani, mengatakan, akurasi dan validitas data menjadi syarat mutlak tolok ukur tepat sasaran atau tidaknya program Pemkot Solo dalam menanggulangi kemiskinan. Dia menilai, data yang bermasalah akan menimbulkan friksi di masyarakat.

"Pemkot harus memperbaiki sistem data warga miskin. Perbaikan dilakukan dalam upaya meng-update data warga miskin secara real time," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement