REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga sejumlah anggota DPRD Kabupaten Bekasi terlibat kasus perizinan proyek Meikarta.
"Dalam kasus suap untuk perizinan Meikarta, KPK mulai masuk mendalami indikasi adanya pihak tertentu yang miliki kepentingan mengubah aturan tata ruang di Kab Bekasi agar proyek tersebut bisa diterbitkan perizinan secara menyeluruh," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah saat dikonformasi, Kamis (29/11).
Febri menuturkan, pembangunan dan perizinan untuk wilayah yang sangat luas, seperti Meikarta, memerlukan revisi peraturan daerah terlebih dahulu. Untuk itu, dalam masalah ini tak hanya pemda, tetapi juga membutuhkan otoritas atau kewenangan dari DPRD Kabupaten Bekasi seperti revisi Perda Kabupaten Bekasi.
Diketahui, sejumlah pimpinan DPRD Bekasi dan anggota DPRD Bekasi pun telah dimintai keterangan oleh KPK terkait proyek itu. Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta.
Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.