Kamis 29 Nov 2018 20:00 WIB

Soekarwo Minta Ratusan Tambang Ilegal di Jatim Ditertibkan

Ada 400 tambang ilegal yang beroperasi di Jatim.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Gubernur Jawa Timur Soekarwo
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Gubernur Jawa Timur Soekarwo

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur, Soekarwo meminta Dinas ESDM Jatim segera melakukan penertiban terhadap ratusan tambang liar yang beroperasi di beberapa wilayah yang dipimpinnya. Dari data Dinas Energi dan Sumberdaya Alam (ESDM) Jatim menyebutkan, ada 400 tambang ilegal yang beroperasi di Jatim.

Tambang liar yang dimaksud berupa galian C dan emas di beberapa kabupaten di pesisir selatan Jatim. Soekarwo mengaku,  pihaknya juga telah menggandeng ahli dari UGM dan UPN Yogyakarta untuk memetakan potensi pertambangan di Jatim.

"Diharapkan, dengan adanya pemetaan potensi tersebut, Pemprov Jatim bisa segera bergerak menentukan langkah lanjutan. Makanya kita menggandeng ahli UPN dan UGM ya untuk mengatasi itu,” kata Soekarwo di Surabaya, Kamis (29/11).

Soekarwo menyebut, selain galian C, keberadaan tambang emas liar juga marak di Jatim, utamanya di wilayah pesisi selatan.  Dimana menurutnya, di wilayah pesisir selatan Jatim tersebut ada banyak potensi dan kandungan emas yang cukup tinggi.

Anggota komisi D DPRD Jatim, Samwil meminta pemerintah serius membenahi aktivitas penambangan yang berpotensi menyalahi aturan. Selain pengawasan, penegakan hukum dan penerapan regulasi perizinan juga harus ditingkatkan. Pasalnya saat ini ada 400 penambangan ilegal di Jawa Timur.

“Sesuai dengan tugas kedewanan, tentu hal semacam ini dalam pengawasan kami, apalagi terkait perizinan. Kalau melanggar aturan kami akan minta pihak berwenang menindaknya,” ujar Samwil.

Samwil menambahkan, peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk melakukan pengawasan dan penindakan termasuk pemberian sanksi. Sesuai dengan tupoksi yang diatur UU 23/2014 tentang pemerintahan daerah, pengawasan menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pusat.

“Sanksi atas pelanggaran hukum tergantung tingkat kesalahannya, bisa peringatan, pencabutan izin, dan pidana/denda,” ujar Samwil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement