Rabu 28 Nov 2018 14:29 WIB

Pengamat: Pelapor Dahnil Harus Diungkap dalam Kondisi Ini

Pada prinsipnya, nama pelapor harus disembunyikan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan capres cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Aznar Simanjuntak (tengah) memasuki ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Jakarta, Jumat (26/10/2018).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan capres cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Aznar Simanjuntak (tengah) memasuki ruang Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Jakarta, Jumat (26/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir menuturkan pelapor Dahnil Anzar Simanjuntak terkait dugaan penyelewengan dana acara Apel dan Kemah Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) bisa diungkap. Dengan syarat, jika ketua PP Pemuda Muhammadiyah tidak terbukti menyelewengkan dana.

"Kalau dari awal sudah tidak cukup bukti, polisi sudah mentok atas laporan itu, maka polisi wajib menyebutkan pelapornya. Itu namanya laporan palsu," jelas dia kepada Republika.co.id, Rabu (28/11).

Muzakir memaparkan, Dahnil juga bisa melakukan upaya jika ditetapkan sebagai tersangka, tetapi kemudian tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang dilaporkan. Ia mengatakan koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno  dapat membuat pelaporan balik atas fitnah dalam pentersangkaan dirinya.

Dalam konteks ini, polisi wajib membuka siapa pelapor Dahnil pada kasus tersebut. "Kalau polisi tidak bisa menyebutkan, maka harus dianggap bahwa polisilah yang harus bertanggung jawab," kata dia.

Selain itu, Muzakir melanjutkan, dalam kondisi seandainya Dahnil terbukti melanggar hukum, maka sudah pasti pelapornya disebutkan. Termasuk, saat perkara itu berada di ranah pengadilan. "Di sidang pengadilan juga wajib dikemukaan di situ pelapornya siapa," tutur dia.

Muzakir mengungkapkan, pada prinsipnya, nama pelapor harus disembunyikan. Sebaliknya dalam delik aduan, nama pelapor harus disampaikan karena yang bersangkutan berkepentingan langsung atas laporannya.

"Kalau delik biasa, bisa ditampilkan, bisa tidak. Disembunyikan dulu enggak apa-apa. Tapi kalau laporannya palsu, maka polisi wajib menampilkan itu. Kalau tidak menampilkan, maka polisi yang bertanggung jawab terhadap materi kepalsuan itu," paparnya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menuturkan kasus dugaan penyelewengan dana ini berawal dari adanya laporan masyarakat. "Polisi biasa menerima laporan masyarakat baik pengaduan masyarakat biasa. Itu kami lakukan penyelidikan atau observasi berkaitan dengan laporan itu," Argo Senin (26/11) lalu.

Setelah menyelidik melalui pemeriksaan awal, kata Argo, kepolisian menemukan adanya dugaan korupsi dalam anggaran kegiatan tersebut. Jumlahnya bahkan diperkirakan mencapai Rp 2 milliar yang diduga ada data fiktif dalam laporan keuangan.

"Dari hasil pemeriksaan awal, memang diduga ada anggaran dana sekitar Rp 2 milliar yang tidak dihabiskan penuh. Dan, diduga kurang dari separuhnya ada data fiktif dalam penggunaannya," jelas Argo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement