Selasa 27 Nov 2018 13:58 WIB

Polisi Buru Geng Nona Penodong di Tanjung Priok

Polisi mengatakan kelompok yang incar penumpang ini diotaki perempuan bernama Nona.

Ilustrasi penodongan
Foto: oktavian.net
Ilustrasi penodongan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Polsek Tanjung Priok Jakarta Utara masih melakukan pencarian terhadap Geng Nona yang diduga terlibat penodongan penumpang angkutan perkotaan (angkot) di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara. Tiga tersangka dalam "Geng Nona" itu telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron.

Kapolsek Tanjung Priok Komisaris Supriyanto di Jakarta, Selasa (27/11), menyebut tiga penodong yang masuk DPO tersebut, yakni F, RR dan J. Mereka buron setelah lolos dari kejaran polisi.

"Mereka bawa senjata tajam, kebanyakan penumpang yang jadi korban itu dari luar kota merasa takut, kebanyakan korban mahasiswa semua," ujar Supriyanto.

Sebelumnya, Polsek Tanjung Priok telah membekuk pentolan "Geng Nona" dan beberapa anggotanya. Mereka diduga merupakan pelaku penodongan di Terminal Tanjung Priok, yang mengicar penumpang angkot pada 12 November.

"Dari Polsek Tanjung Priok mendapat laporan kita tunggu, kebetulan yang namanya Nona (33) habis melakukan kasus 365 (pencurian dengan kekerasan). Kemudian dikejar dan tertangkap," ujar dia.

Polisi kemudian menggeledah pakaian tersangka Nona dan menemukan ponsel pintar di saku celana. Tak lama kemudian, korban yang melapor mengakui ponsel pintarnya yang dicuri.

"Otaknya ini yang dewasa, Nona ini. Dia yang mengajak. Suaminya pun melakukan yang sama dan sudah tertangkap. Nona punya anak enam," ungkap dia.

Selanjutnya, pengembangan kasus dilakukan  dan pihaknya menangkap beberapa tersangka lainnya yakni DS (21), YR alias Kucing (18), AG alias Aan (16), dan AF alias Ambon (23).

Supriyanto mengatakan, para tersangka diduga beroperasi tiap subuh sekitar pukul 04.00-04.30 WIB. Mereka menunggu korban yang datang dari luar.

Modusnya, pemumpang yang baru saja tiba didatangi oleh pelaku yang masih di bawah umur untuk meminta-minta uang. Setelah itu, tersangka lain sekitar tujuh-delapan orang mendatangi korban dan mengambil dompet serta ponsel pintar.

Hasil penodongan berupa ponsel pintar dari para korbannya kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Kurang lebih dari pengakuan sudah melakukan 30 kali dalam sebulan. Belum bulan-bulan ang sebelumnya. Setelah komplotan ini tertangkap terminal menjadi aman tidak ada lagi yang melakikan kejahatan itu," kata Supriyanto.

Penyidik telah menyita barang bukti berupa dua ponsel pintar hasil penodongan yang akan dijual. Para pelaku kini terancam Pasal 365 ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement