REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Yuliandre Darwis, mengatakan, pihaknya hanya memperhatikan konten yang dikeluarkan oleh suatu stasiun televisi dalam siarannya. KPI, kata dia, tidak masuk ke ranah perilaku penyiaran suatu stasiun televisi.
"Sebagai lembaga negara kami tidak peduli apa yang terjadi dalam sebuah perilaku pelaku penyiaran. Yang kami pantau adalah konten yang dikeluarkan oleh televisi tersebut. Itu yang dinilai oleh KPI," ujar Yuliandre di Jakarta Pusat, Senin (26/11).
Ia mengakui, terkadang memang ada isu terkait penyiaran soal afiliasi suatu stasiun televisi dengan partai politik pemiliknya. Namun, hal itu tidak menjadi sorotan KPI. Menurut dia lagi, KPI fokus pada konten yang disiarkan oleh stasiun televisi tersebut.
"Kalau memang konten itu bermasalah, kita akan berikan teguran, sanksinya jelas, ada sanksi administratif berupa teguran, kemudian pemberhentian sementara. Lalu pengurangan durasi, lalu pemberhentian tetap, lalu rekomendasi pencabutan izin penyiaran," tutur dia.
KPI, kata Yuliandre, belum mendapatkan laporan terkait pemboikotan atau hal serupa hingga saat ini. Demikian pula dengan laporan-laporan keberatan terhadap konten terkait isu politik lainnya.
Sebelumnya, pakar ilmu komunikasi, Gunawan Witjaksana, menyebut KPI harus merespons pemboikotan terhadap salah satu stasiun swasta dengan lebih memperhatikan isi siaran terkait dengan Pemilu 2019. Belakangan beredar informasi bahwa Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi memboikot Metro TV.
"Mestinya, hal ini menjadi perhatian KPI yang merupakan lembaga yang paling kompeten menilai isi siaran," kata Gunawan, Senin (26/11).
Ia mengemukakan hal itu ketika menanggapi surat Hashim Djojohadikusumo selaku direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi tertanggal 22 November 2018 perihal menolak permohonan wawancara salah satu televisi swasta. Surat Nomor: 02/DMK/PADI/11/2018 yang sempat beredar melalui sejumlah grup Whatsapp itu ditujukan kepada seluruh anggota BPN Prabowo-Sandi.
Surat ini terkait dengan instruksi dari Ketua BPN Prabowo Subianto/Sandiaga Uno, Djoko Santoso, untuk memboikot Metro TV. Dalam suratnya, Hashim Djojohadikusumo menegaskan bahwa seluruh komponen BPN, termasuk partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur agar menolak setiap undangan maupun wawancara yang diajukan televisi swasta itu hingga waktu yang ditentukan.