Kamis 22 Nov 2018 17:51 WIB

Piagam Sakenan Bukti Upaya Bali Kurangi Sampah Plastik

Piagam Sakenan merupakan wujud komitmen untuk membersihkan Bali dari sampah.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
Warga negara Australia bersama masyarakat Bali memungut sampah plastik yang berserakan di Pantai Biaung, Denpasar, Bali, Sabtu (2/6).
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Warga negara Australia bersama masyarakat Bali memungut sampah plastik yang berserakan di Pantai Biaung, Denpasar, Bali, Sabtu (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bali pernah mencanangkan Bali Green Province sebagai amanat Undang-Undang Nomor 18/ 2008 tentang pengelolaan sampah yang harus ditingkatkan melalui prinsip reduce, reuse, recycle (3R). Komitmen tersebut tertuang dalam Piagam Sakenan yang dideklarasikan di wantilan Pura Sakenan, Desa Serangan, Kota Denpasar.

Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati mengatakan Piagam Sakenan adalah wujud komitmen masyarakat Bali dan pemerintah daerah dalam menyatukan kekuatan organisasi, mulai dari desa adat, subak, bendega, dan organisasi kemasyarakatan untuk membersihkan Bali dari sampah. Menurutnya Pulau Bali saat ini semakin terancam tingginya produksi sampah plastik. Total populasi masyarakat Bali yang mencapai 4,2 juta jiwa diperkirakan memproduksi 10.500.000 kilogram (kg) sampah.

"Sebanyak 10 persen di antaranya adalah sampah plastik, sehingga kita membutuhkan komitmen serius untuk membersihkan Bali dari ancaman sampah," katanya.

Bali memiliki 1.488 desa adat, 2.792 subak, dan 966 bendega. Jika seluruhnya berkomitmen bersama mengimplementasikan piagam ini, kata Cok Ace maka persoalan sampah akan segera teratasi. Piagam Sakenen berisi tiga kesepakatan.

Pertama, menyatukan seluruh organisasi di Bali untuk membersihkan lingkungan Bali dari sampah. Kedua, mengimplementasikan nilai-nilai Tri Hita Karana menuju pulau yang hijau, bersih dan indah dalam kehidupan sehari-hari guna membangun dunia yang sehat. Ketiga, mengadakan pertemuan tahunan ‘Piagam Sakenan Bali’ dalam bentuk Tri Hita Karana Forum yang telah diawali perdana pada ajang Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia Oktober lalu.

Dalam rangka menekan sampah plastik, termasuk yang masuk ke laut, pemerintah Provinsi Bali berencana mengeluarkan peraturan khusus pelarangan plastik sekali pakai, sejak di level produsen dan distributor. Aturan ini nantinya akan diprioritaskan pada jenis styrofoam, kantong plastik, hingga sedotan plastik dan masuk ke dalam progam 100 hari pemerintahan Wayan Koster-Cok Ace.

Restoran-restoran cepat saji di Bali saat ini sudah tidak lagi menyertakan sedotan plastik pada minuman yang dijual. Hal ini seperti dijumpai Republika di Starbucks dan McDonald Kuta. McDonald Kuta telah meniadakan sedotan plastik di hidangan minumannya, sementara Starbucks telah mengganti sedotan plastik yang digunakan selama ini dengan sedotan dari bahan kertas sehingga mudah didaur ulang. Sedotan plastik sekali pakai umumnya terbuat dari polypropylene, bahan plastik tahan lama yang tak bisa terdegradasi alami yang ketika menjadi mikroplastik bisa membahayakan ekosistem laut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement