Kamis 22 Nov 2018 01:38 WIB

Pengamat: Pernyataan Grace Buka Luka Lama

Pemilihan Ma'ruf Amin sebagai cawapres Jokowi cukup berhasil menutup luka.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin
Foto: Republika/Da'an Yahya
Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun menilai pernyataan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie soal penolakannya terhadap peraturan daerah (perda) bernuansa agama membuka luka lama antara kelompok Islam politik dan capres pejawat Joko Widodo (Jokowi). Kelompok yang dimaksud, yakni semua kelompok dan pemilih yang menjadikan agama sebagai salah satu referensi dalam berpolitik. 

Padahal, Rico berpendapat, pemilihan Ma'ruf Amin sebagai cawapres Jokowi cukup berhasil menutup luka tersebut. “Pernyataan Grace ini sebenarnya membuka luka lama yang sebenarnya sudah mulai 'sembuh'," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (21/11).

Rico melanjutkan, berbagai hasil survei telah menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia enggan terhadap sekularisme radikal yang memberi pemisahan terlalu tegas antara nilai agama dan hukum serta politik. Pernyataan Grace juga tidak taktis dan tidak dibutuhkan oleh pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin saat ini.

"Meminjam kata-kata Kiai Ma'ruf, tokh sekarang juga sudah ada perbankan syariah. Jadi ya untuk apa masalah ini diangkat ke permukaan. Dampaknya kalau ini menggelinding menjadi isu besar jelas akan melukai elektabilitas Jokowi," kata dia.

Grace sebelumnya menyatakan menolak perda-perda religi. Ia mengatakan sikap partainya ini bukan berarti PSI anti terhadap agama. Penolakan PSI terhadap perda berbasis agama justru untuk menempatkan agama di tempat yang lebih tinggi.

Tujuannya, produk hukum bersifat universal dan tidak mendasar pada satu agama tertentu. "Kami ingin menempatkan agama ditempat yang tinggi karena agama itu jangan lagi dipakai sebagai alat politik," ujarnya Sabtu (17/11).

Grace mengaitkan sikap PSI dengan rumusan para pendiri bangsa melalui UUD 1945 dan sila pertama pada Pancasila. Baginya, sila pertama tidak merujuk pada satu agama tertentu. Hal itu yang meyakinkan dirinya melalui PSI ingin menghapuskan dikotomi antara mayoritas dan minoritas.

"Semua agama mulia dan semua warga negara sesuai dengan konstitusi bisa menjalankan keyakinannya di manapun mereka berada. Sebagai warga negara itu posisi PSI dengan pernyataan tersebut," tegasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement