Senin 19 Nov 2018 09:52 WIB

Agroekologi Bisa Jadi Solusi Pertanian Masa Depan

Saat ini agroekologi belum mendapat perhatian.

Rep: M Akbar/ Red: Agung Sasongko
Area pertanian (ilustrasi)
Foto: liburankepulaubali.com
Area pertanian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID BOGOR -- Agroekologi sesungguhnya memiliki kemampuan menghasilkan produksi pertanian lebih tinggi dibanding pola pertanian konvensional. Sayangnya, agroekologi masih belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari akademisi maupun pemerintah di Indonesia.

Hal tersebut jadi benang merah dari diskusi bertajuk "Strategi Mengarustamakan Agroekologi" yang digagas Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) di Bogor, Jumat (16/11).

"Padahal agroekologi itu punya masa depan karena sejumlah riset di lapangan membuktikan bahwa agroekologi mampu menjawab tantangan pertumbuhan penduduk," kata Kepala Departemen Proteksi Tanaman IPB Dr. Suryo Wiyono.

Suryo mengatakan prinsip dasar dari agroekologi adalah pola pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pola ini, kata dia, tetap mengadopsi teknologi dalam pola budidaya.

"Kita sudah melakukan uji coba di Cepu pada padi. Begitu juga di Klaten. Hasilnya ternyata luar biasa, pola agroekologi bisa sampai 13 ton (per hektare)," ujarnya.

Hal sama ditegaskan pula oleh Lily Batara dari KRKP. Ia mengatakan hasil penelitian tesisnya menunjukkan bahwa agroekologi memiliki kemampuan produksi yang lebih baik dibanding pertanian konvensional. Pola pertanian konvensional merujuk pada penggunaan bahan-bahan kimiawi seperti pestisida dan pupuk yang berpotensi merusakan ekosistem lingkungan.

"Tesis saya membuktikan itu, di Sumatera Barat, produksi (padi) tinggi. Bisa menghasilkan 11 ton per hektare,” ujarnya.

Lily menjelaskan gerakan agroekologi ini sebenarnya sudah mulai muncul di Indonesia sejak tahun 2000-an awal. Kendala yang dihadapi, kata dia, kebijakan yang belum mendukung agar agroekologi dijadikan pilihan dalam budidaya. "Lalu preferensi konsumen kita masih belum mendukung dan rantai tata niaga (produksi pertanian) konvensional yang masih sangat dominan menguasai pasar," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Koleksi Bank Benih, Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Azwar Hadi Nasution, mengatakan untuk mengarusutamakan agroekologi di Indonesia harus menemukan definisi yang jelas dan khas. Di dunia, kata dia, gerakan agroekologi ini didorong oleh pemikiran yang berbeda-beda. 

Untuk membangun defenisi agroekologi di Indonesia, Azwar, mengatakan setidaknya ada enam prinsip agroekologi yang telah disusun oleh ilmuwan dari Berkeley University. Keenam prinsip itu di antaranya menjaga keberagaman sumber daya genetika, menghasilkan benih secara mandiri, menghargai kearifan dan pengetahuan lokal. 

“Di Indonesia jika kita bicara agroekologi maka kita memang harus tentukan definisi dan prinsip menurut kita sendiri,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement