Rabu 14 Nov 2018 12:40 WIB

Apakah Suu Kyi Masih Layak Disebut Pejuang HAM?

Amnesty International telah berkali-kali mengkritisi kegagalan Aung San Suu Kyi.

Aung San Suu Kyi
Foto:

Kebebasan berpendapat

Terlepas dari kekejaman akibat penggunaan kekuasaan berlebihan oleh militer, ada wilayah di mana pemerintahan sipil mempunyai otoritas yang kuat melakukan reformasi untuk melindungi HAM, khususnya yang terkait dengan kebebasan berekspresi, asosiasi, dan berkumpul secara damai.

Akan tetapi, dua tahun setelah Aung San Suu Kyi menduduki tampuk kekuasaan, pembela hak asasi manusia, aktivis, dan jurnalis ditangkap dan dipenjarakan. Pemerintahan Suu Kyi juga gagal untuk menghapuskan undang-undang yang represif, termasuk beberapa aturan yang digunakan untuk memenjarakan dirinya dan orang lain yang mengampanyekan demokrasi dan hak asasi manusia pada masa lalu.

Bahkan, Suu Kyi juga aktif mempertahankan keberadaan undang-undang tersebut, khususnya dengan membiarkan otoritas setempat memenjarakan dua wartawan Reuters karena telah mendokumentasikan kekejaman yang dilakukan oleh militer Myanmar.

Amnesty International menganugerahi penghargaan HAM tertinggi "Ambassador of Conscience" pada 2009 kepada Suu Kyi atas perjuangannya yang secara damai membela demokrasi dan HAM di Myanmar. Amnesty International memberi penghargaan tersebut pada saat Aung San Suu Kyi masih berada di dalam penjara.

Suu Kyi baru bisa menerima secara langsung penghargaan tersebut pada 2012. Kala itu, Suu Kyi berpesan agar Amnesty International terus memberikan perhatian kepada Myanmar. "Jangan mengalihkan pandangan atau pikiran Anda dari kami dan teruslah membantu kami menjadi negara di mana harapan dan sejarah menyatu." Itulah kalimat yang dilontarkan Suu Kyi saat menerima penghargaan tersebut.

Naidoo mengatakan, Amnesty International mengamini permintaan Suu Kyi tersebut dengan sangat serius. "Oleh karena itulah, kami tidak pernah berhenti bersuara atas pelanggaran HAM di Myanmar. Kami akan terus melanjutkan perjuangan keadilan dan HAM di Myanmar, dengan atau tanpa Aung San Suu Kyi,” kata Naidoo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement