Sabtu 10 Nov 2018 16:05 WIB

25 Surat Pendiri Bangsa Dipamerkan di Museum Nasional

Surat-surat itu didapatkan dari berbagai institusi dan koleksi pribadi.

Seorang siswa Sekolah Dasar (SD) mengamati koleksi artefak patung saat belajar bersama di Museum Nasional, Jakarta, Kamis (18/10).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Seorang siswa Sekolah Dasar (SD) mengamati koleksi artefak patung saat belajar bersama di Museum Nasional, Jakarta, Kamis (18/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sebanyak 25 surat dari para pendiri bangsa dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta pada 10-22 November 2018. Surat dipamerkan dalam pameran bertajuk 'Surat Pendiri Bangsa'.

Kurator Pameran Bonnie Triyana pada pembukaan pameran, Sabtu (10/11) mengatakan surat yang dipamerkan antara lain milik Sukarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Kartini, Agus Salim, John Lie dan Ki Hajar Dewantara.

"Tokoh pendiri yang dipilih tentunya yang suratnya masih ada, dan dapat menggambarkan diri penulis mau pun situasi saat itu," kata Bonnie.

Bonnie mengatakan pameran Surat Pendiri Bangsa diharapkan dapat menstimulus para kaum muda untuk melihat sejarah atau informasi dari sumber utamanya. Surat-surat tersebut didapat dari koleksi berbagai instansi mau pun koleksi pribadi, antara lain Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Musem Taman Siswa, Museum Peranakan Tionghia, Arsip Nasional Belanda dan International Instituut voor Sociale Geschiedenis.

Sementara koleksi pribadi ada dari keluarga Mohammad Hatta yang dimiliki Gemala Hatta, surat Sutan Sjahrir dari koleksi guru besar sastra dan peradaban Belanda di Universitas Sorbone, Paris yaitu Kees Snoek, serta surat Tan Malaka dari sejarawan Harry Poeze.

Direktur Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendimbud) Triana Wulandari mengatakan pameran tersebut adalah kolaborasi Kemendikbud dengan Historia.id. Pameran ini ingin memberikan akses keapda bulik tentang arsip-arsip yang selama ini tidak dapat dilihat secara langsung.

Surat-surat yang disajikan sebagian besar adalah surat asli, ada beberapa yang telah diduplikasi. Dia mengatakan hampir semua surat ditulis dalam Bahasa Belanda.

"Kali ini surat-surat tersebut telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan diberikan penjelasan yang kontekstual," kata Triana.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement