Selasa 06 Nov 2018 07:52 WIB

Rusak di 4 Penerbangan, Mengapa Lion PK-LQP Tetap Terbang?

Lion Air penerbangan JT-610 tidak meledak di udara.

Petugas menyemprotkan disinfektan ke puing-puing pesawat Lion Air JT-610 di Tanjung Priok, Jakarta, Senin (5/11).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Petugas menyemprotkan disinfektan ke puing-puing pesawat Lion Air JT-610 di Tanjung Priok, Jakarta, Senin (5/11).

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Rahayu Subekti

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melansir temuan bahwa pesawat Lion Air registrasi PK-LQP yang jatuh pada penerbangan JT610 dari Jakarta ke Pangkalpinang pada Senin (29/10) mengalami kendala teknis. Kerusakan tersebut bahkan sudah terjadi pada tiga penerbangan sebelum kecelakaan.

"Penerbangan (pesawat PK-LQP) dari Cengkareng sampai kecelakaan, kami menyampaikan, memang ada persoalan teknis," kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono di Jakarta, Senin (5/11). Tjahjono mengatakan, hal itu menambah data investigasi kecelakaan tersebut.

Soerjanto mengungkapkan, setelah mendapatkan data lain, terutama dari flight data recorder (FDR), dugaan persoalan teknis tersebut semakin kuat. "Pada empat penerbangan terakhir, ditemukan kerusakan pesawat pada penunjuk kecepatan," ujar Soerjanto.

Dia menjelaskan, data yang ada di dalam FDR hanya merekam perjalanan pesawat selama 69 jam terakhir dan memiliki 1.790 parameter. Di dalam rekaman tersebut, kata dia, terdapat rekaman 19 penerbangan sebelumnya, termasuk penerbangan terakhir Jakarta-Pangkalpinang saat kecelakaan. Kesimpulan itu didapatkan dari penelitian bersama Boeing dan National Transportation Safety Board (NTSB).

Menilik rekam data dari flightradar24.com, keempat penerbangan pesawat PK-LQP tersebut yaitu Lombok-Denpasar pada 27 Oktober 2018, Manado-Denpasar dan Denpasar-Jakarta pada 28 oktober 2018, hingga penerbangan Jakarta-Pangkalpinang pada 29 Oktober.

Soerjanto mengaku belum bisa menyimpulkan apakah hal tersebut berkaitan dengan kecelakaan yang terjadi masih dalam investigasi. Dia menegaskan, KNKT hanya bisa mengungkapkan memang terjadi masalah dan sedang mempelajarinya.

Bagaimanapun, Soerjanto meminta NTSB dan Boeing melakukan tindakan yang diperlukan. "Ini untuk mencegah kecelakaan serupa terulang, terutama pada pesawat Boeing 737 Max 8," tutur Soerjanto.

Soerjanto menjelaskan, saat ini terdapat sebanyak 200 pesawat tipe tersebut yang beroperasi di seluruh dunia. Ia mengatakan, KNKT juga sedang mengumpulkan data terkait perbaikan yang dilakukan selama terjadi kerusakan tersebut.

Lion Air JT610 dengan register PK-LQP rute Jakarta-Pangkalpinang itu jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pada Senin (29/10). Pesawat itu membawa sebanyak 189 orang penumpang, termasuk kru.

Pesawat jenis Boeing 737 Max 8 tersebut diketahui sempat mengalami kerusakan alat pembaca kecepatan dan ketinggian dalam penerbangan dari Denpasar ke Jakarta pada Ahad (28/10).

Pilot sempat meminta kembali ke Bandara I Gusti Ngurah Rai dalam penerbangan dari Denpasar tersebut tetapi membatalkan permintaan dengan alasan alat sudah berfungsi. Permintaan serupa sempat diminta pilot penerbangan JT610 dan dikabulkan otoritas Bandara Soekarno-Hatta, tetapi sinyal pesawat hilang dua menit kemudian.

Dalam konferensi pers kemarin, Soerjanto Tjahjono menegaskan, pesawat tersebut meledak saat jatuh menabrak air. Dia menjelaskan, pesawat pada dasarnya dapat diibaratkan seperti kantong plastik.

"Kalau kita tekan terus, akhirnya tekanannya tidak kuat ditahan lagi dan akhirnya pecah," kata Soerjanto.

Menurut dia, air bisa sama kerasnya dengan daratan jika bertabrakan dengan sesuatu yang tekanannya tinggi. "Jadi, sekali lagi, pesawatnya pecah ketika menyentuh air karena buktinya (pecahan) pesawat terkonsentrasi di situ (titik diperkirakannya pesawat jatuh)," kata Soerjanto.

Jika meledak saat berada di udara, menurut dia, serpihan pesawat bisa tersebar lebih luas lagi. Meski analisis tersebut sudah dipastikan, Soerjanto belum bisa mengetahu penyebab teknis pesawat tersebut jatuh ke laut. "Nah, ini (penyebab teknis), kami saat ini sedang memverifikasi datanya," tutur Soerjanto.

Dengan 1.790 parameter, Soerjanto mengatakan, untuk menentukan penyebabnya masih memerlukan waktu sekitar satu sampai dua pekan. Namun, Soerjanto mengatakan, ada kemungkinan sudut-sudut turbin pesawat tersebut terlepas.

"Itu bisa saja karena menunjukkan mesinnya berputar dan putarannya cukup tinggi. Kalau putarannya rendah, tidak akan bisa bersih. Itu karena turbin-turbinnya sudah lepas semuanya," kata dia.

Pasca-kecelakaan pesawat Lion Air registrasi PK-LQP, hingga kini baru satu kotak hitam saja yang ditemukan, yaitu FDR. Kotak hitam kedua, yaitu cockpit voice recorder (CVR), masih belum ditemukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement