Senin 05 Nov 2018 16:19 WIB

Sinergi LP2M - Majelis Diktilitbang Atasi Kekurangan Ustaz

Akibat dari kekurangan ustaz/ustazah, pembelajaran di pesantren kurang maksimal.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
Pembukaan Temu Kader Ulama Pelajar Putri Muhammadiyah 2018 dan Seminar Nasional Pelajar dengan tema 'Dakwah Milenial di era Revolusi Industri 4.0',  di Convention Hall Asri Medical Centre Yogyakarta.
Foto: Neni Ridarineni.
Pembukaan Temu Kader Ulama Pelajar Putri Muhammadiyah 2018 dan Seminar Nasional Pelajar dengan tema 'Dakwah Milenial di era Revolusi Industri 4.0', di Convention Hall Asri Medical Centre Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perkembangan pesantren Muhammadiyah cukup menggembirakan. Di 2005, tercatat  jumlahnya hanya 67 pesantren dan sekarang sudah mencapai 232 pesantren. Namun yang menjadi masalah jumlah ustaz dan ustazahnya masih kurang, terutama untuk pesantren yang baru.

Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren Muhammadiyah (LP2M) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Masykuri, pada acara Pembukaan Temu Kader Ulama Pelajar Putri Muhammadiyah 2018 dan Seminar Nasional Pelajar dengan tema 'Dakwah Mileniah di era Revolusi Industri 4.0',  di Convention Hall Asri Medical Centre, Yogyakarta.

Diakui Masykuri, upaya mencetak ustaz/ustazah yang punya 'faham keagamaan Muhammadiyah' masih terbatas, dibandingkan ustaz yang fahamnya di luar Muhammadiyah. “Karena itu kami sebagai lembaga pesantren harus mencari jalan keluar supaya kekurangan ini segera teratasi," katanya.

Salah satu caranya, pihaknya akan bekerja sama dengan Majelis Pendidikan Tinggi dan Penelitian Pengembangan Muhammadiyah yang memiliki ma’had yang bekerja sama dengan Asia Muslim Charity Foundation (AMCF). Di seluruh Indonesia, saat ini terdapat 17 ma’had.

Antara lain di Yogyakarta, Solo, Malang, Surabaya, dan luar Jawa. "Ini inputnya dari luar, tetapi akan kita arahkan sebagai pusat kaderisasi. Sehingga kekurangan ustaz/ustazah segera teratasi, terutama untuk pesantren yang baru,” katanya.

Ia mengatakan kebutuhan ustaz/ustazah ini sangat dirasakan dan selama ini mereka mengatasi sendiri-sendiri. Akibat dari kekurangan ustaz/ustazah, pembelajaran di pesantren kurang maksimal. Padahal kegiatan pesantren itu 24 jam.

Menurut dia, untuk mengisi kekurangan ustaz/ustazah harus ada grand design, sehingga pesantren yang mulai tumbuh bisa berkembang dan ada stok ustaz/ustazah. Masykuri pun menyambut gembira dengan diselenggarakannya Temu Kader Ulama Pelajar Putri Muhammadiyah 2018.

Kegiatan yang baru pertama kali ini diselenggarakan oleh Madrasah Mu’allimaat yang bekerjasama dengan Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PR IPM) Mu’allimaat. “Ini harus dilanjutkan karena media untuk bertemu para pelajar sebagai calon-calon kader ulama di Muhammadiyah jarang kelihatannya. Mudah-mudahan calon-calon kader ulama kita akan tumbuh dan berkembang. Sehingga persyarikatan ke depan akan tetap ada dan berkembang menjadi lebih baik,” ujarnya.

Di bagian lain  ia mengungkapkan kurikulum pesantren Muhammadiyah sudah jadi, tujuannya menyiapkan kader ulama, zu’ama, dan mu’allim. Sebelumnya pesantren seperti mu’allimin dan mu’allimat membuat kurikulum sendiri.

“Kurikulum pesantren Muhammadiyah ini membuat standar nasional, ada ciri khas kultur di pesanten, kaderisasi harus tumbuh dari pesantren Majelis Tarjih karena itu salah satu mata pelajarannya ada ilmu falak. Tahun pelajaran ini kurikulumnya sudah mulai dibagikan. Cuma bukunya yang sedang disusun dan kurikulum ini akan berlaku secara nasional pada tahun ajaran 2019," jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta Agustyani Ernawati juga mengakui bahwa saat ini ulama putri  di kalangan Muhammadiyah sangat jarang, “Karena itu kami menginisasi bagaimana agar proses perkaderan ulama perempuan dimulai dari Madrasah Mua’allimaat sebagai sekolah kader yang mencetak ulama pemimpin dan pendidik".

Agar pesantren lain juga bersama-sama mewujudkan untuk mencetak ulama perempuan, maka pihaknya mengundang pesantren dari seluruh Indonesia mengikuti kegiatan Temu Kader Ulama Pelajar Putri Muhammadiyah yang berlangsung 3-6  November. Temu kader ini  memberikan wawasan sekaligus mendoktrin ideologi Muhammadiyah untuk menumbuhkan semangat militansi.

Kegiatan ini diikuti 84 peserta dari pesantren seluruh Indonesia. Antara lain dari Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Sumatra Barat, DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Temu kader tersebut rencananya akan diselenggarakan setiap tahun.

Soimah Kastolani dari Badan Pembina Harian Madrasah Muallimaat Muhammadiyah yang membuka acara ini mengaku sangat bangga dengan adanya kegiatan yang dapat meningkatkan pemahaman pelajar Muhammadiyah sebagai calon ulama. Ia berharap kader Mu’allimaat akan menjadi ulama perempuan yang menjadi pelita dan pembimbing masyarakat.

“Kalian sebagai zuama, ulama, muallim, hendaknya selalu mencari ridho Allah, bekerja secara ikhlas, tegas, keras. Sehingga benar-benar jadi ulama yang mumtaz, yang kelulusannya dijamin oleh Allah,” harapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement