Senin 05 Nov 2018 16:17 WIB

Upaya Mengurangi Angkot Kota Bogor yang Belum Berhasil

Kebijakan konversi angkot menjadi bus umum belum menunjukan hasil maksimal.

(Ilustrasi) Sejumlah angkutan kota (angkot) menunggu penumpang di depan Stasiun Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
(Ilustrasi) Sejumlah angkutan kota (angkot) menunggu penumpang di depan Stasiun Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat.

Oleh Imas Damayanti

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Angkutan kota, atau angkot, berjejer ketika Republika menyusuri Jalan Raya Bogor hingga masuk ke Jalan Raya Juanda. Umumnya, angkot-angkot tersebut tak mengangkut penumpang dalam keadaan penuh, hanya dua sampai tiga penumpang saja yang terlihat di dalamnya. 

Jumlah angkot di Kota Bogor memang sering disebut lebih banyak dari jumlah penumpangnya. Karena itu, Pemerintah Kota Bogor sedang mengupayakan untuk mengurangi jumlah angkot.

Salah satu upaya yang dilakukan Wali Kota Bogor Bima Arya pada awal 2018, yakni mengonversi angkot menjadi bus umum. Pengkonversian dilakukan dengan skema tiga banding satu. 

Artinya, tiga angkot yang ada di Kota Bogor akan dikonversikan menjadi satu bus umum. Kemudian, bus itu akan beroperasi dengan sistem shift untuk tiga sopir. 

Upaya tersebut dikuatkan dengan landasan hukum berupa Surat Keputusan (SK) Walikota Bogor nomor 551.2.45-108.1 tahun 2017. SK itu mengatur tentang penetapan jaringan trayek dan jumlah angkutan kota di wilayah Bogor. Dalam aturan tersebut, 3.412 angkot akan dikerucutkan menjadi 2.682 unit.

photo
Suasana Kantor Dinas Perhubungan Kota Bogor, Senin (5/11), Bogor. Dari pantauan Republika, tak ada bus Trans Pakuan yang 'dikandangkan'. (Republika/Imas Damayanti)

Menurut Kepala Bidang Angkutan Umum Dinas Perhubungan Kota Bogor Jimmy Hutapea, aturan itu sudah diterapkan sejak awal tahun lalu. “Hanya memang belum maksimal hasilnya," ujarnya, Senin (5/11), di Kantor Dinas Perhubungan Kota Bogor. 

Salah satu penyebab lambatnya pengurangan angkot, yakni adanya angkot-angkot yang masih beroperasi meski sudah dicabut izin trayeknya. Beberapa trayek yang sudah mati izinnya, tetapi tetap beroperasi adalah trayek 21, trayek 09, dan trayek 03. "Masih kami kaji dan akan ditindaklanjuti," ujarnya. 

Hambatan lainnya, yakni penolakan sopir angkot terhadap pengoperasian Trans Pakuan Koridor 4 di Kota Bogor. Penolakan karena Trans Pakuan atau disebut sebagai angkot modern akan semakin mengikis penghasilan mereka. 

Menurut Jimmy, Dishub Kota Bogor akan mengupayakan operasional angkot modern dengan cara melakukan media terhadap kedua pihak. Ia menilai media bukan yang pertama kalinya karena pernah dilakukan ketika terjadi penolakan serupa pada 2013 silam.

Menurutnya, jika ada pengandangan maka bus-bus Trans Pakuan akan berada di Kantor Dishub Kota Bogor. Ia menerangkan, tidak beroperasinya bus Trans Pakuan koridor 4 merupakan inisiatif dari Koperasi Duta Jasa Angkutan (KODJARI).

Ia menerangkan pascademonstrasi, KODJARI memarkirkan angkot modern mereka untuk menghindari hal yang tidak diinginkan dari sopir angkot konvensional yang menolak keberadaan mereka. "Karena waktu itu, kan, didemo sopir angkot konvensional," ujarnya.

Ia menambahkan angkot modern masih akan terus dioperasikan karena merupakan program kerja dari Pemerintah Kota Bogor. Apalagi, operasional Trans Pakuan sudah memiliki landasan hukum yang lengkap. 

Ketua Pengawas KODJARI Dewi Jani Tjandra menyebut Dishub Kota Bogor Dishub kurang tegas dalam menindak angkot-angkot konvensional yang sudah tidak memiliki izin trayek. Ia berharap, Dishub menindak angkot dengan trayek yang sudah mati serta membantu angkot modern untuk beroperasi kembali. 

Ia mengatakan Dishub Kota Bogor memang berjanji membantu pengoperasian kembali angkot-angkot modern pada kurun waktu minggu ini. "Kami (KODJARI) berharap dalam minggu ini, Dishub Kota Bogor bisa merealisasikan janjinya, mengoperasikan kembali angkot modern sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement