REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Y-Publica menyebutkan sebagian besar responden menilai bahwa tindakan Ratna Sarumpaet dengan melakukan kebohongan publik telah menjadi korban pengeroyokan, merupakan skenario politik. Kesimpulan itu diperoleh dari hasil survei terbaru mereka.
"Sebagian besar responden (40,5 persen) yang mengetahui kasus tersebut beranggapan bahwa tindakan Ratna adalah bagian dari skenario politik, sementara 39,1 persen menyatakan tidak dan 20,4 persen menyatakan tidak menjawab," kata Direktur Eksekutif Y-Publica, Rudi Hartono saat memaparkan hasil surveinya bertema "Politik Kebohongan Mengancam Pemilu 2019?", di Jakarta, Senin (5/11).
Baca juga
- Emrus: Kasus Ratna Berpengaruh ke Kredibilitas Prabowo-Sandi
- Dahnil: Kasus Ratna Justru Dongkrak Elektabilitas Prabowo
- Dahnil: Ratna Sarumpaet Dipecat Supaya Pemilu Bebas Hoaks
Publik, kata dia, menilai bahwa tindakan Ratna tidak berdiri sendiri. Melainkan, terkait dengan posisinya sebagai salah satu juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi (71,5 persen).
Menurut Rudi, kasus hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet berdampak luas pada masyarakat. Faktanya, hampir separuh responden (49,8 persen) mengaku mengetahui kabar itu. Ia menyebutkan mayoritas responden (81,3 persen) di antara mereka yang mengetahui hoaks penganiayaan Ratna menganggap politik kebohongan seharusnya tidak diperkenankan dalam kontestasi politik.
"Hanya 9,5 persen saja yang setuju, dengan persepsi yang negatif soal politik. Misalnya, persepsi bahwa dalam politik segala cara dihalalkan demi untuk meraih kekuasaan," ucap Rudi.
Ia menambahkan, penggunaan politik kebohongan memang sedang mendunia pascakemenangan Donald Trump di Amerika Serikat. Baru-baru ini gaya Trump ditiru oleh capres Brazil, Jair Bolsonaro, hingga berhasil memenangkan pemilu.
Ada kemiripan gaya atau taktik politik yang dilakukan Trumpis dan Bolsonaro, yaitu mengandalkan fake news sebagai senjata melumpuhkan lawan politik; selalu berbicara tentang kejayaan masa lalu sekalipun itu kediktatoran. Kedua tokoh itu lalu mengutuki masa kini sebagai kemunduran, dan mendekati perempuan atau emak-emak sebagai alat mendongkrak popularitas politik.
Populasi survei yang dilakukan oleh Y-Publica adalah warga negara Indonesia yang sudah mempunyai hak memilih dan dipilih, yaitu berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Jumlah sampel adalah 1.200 responden yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling), mewakili 34 provinsi di Indonesia.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka kepada responden terpilih dengan menggunakan kuesioner. Pengambilan data dilakukan pada 10-20 Oktober 2018 dan margin error adalah 2,98 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Kronologi Hoaks Ratna Sarumpaet