REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terancam mendapat dukungan semu dari partai politik pengusungnya. Dukungan semu atau basa-basi ini karena partai-partai di luar Gerindra cukup sadar bahwa mereka tidak akan mendapat coat tail effect dari Prabowo-Sandi pada pemilu legislatif.
Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan tidak adanya efek ekor jas atau coat tail effect karena baik Prabowo maupun Sandi berasal dari Gerindra. Dengan demikian, partai akan cenderung mengamankan suara mereka di pileg ketimbang harus ikut berkeringat di laga pilpres.
"Di lapangan, para caleg tidak akan mengambil risiko besar untuk berhadapan dengan basis massa mereka yang cenderung mendukung pasangan Jokowi-Maruf," kata doktor politik lulusan School of Political Science and International Studies, The University of Queensland, Australia, itu, di Jakarta, Kamis (1/11)
Dengan demikian, potensi fenomena "split ticket voting" atau pembelahan suara untuk pileg dan pilpres akan lebih besar terjadi di kubu Prabowo-Sandi ketimbang di kubu Jokowi-Ma'ruf. "Ini mungkin salah satu hal yang tidak diantisipasi oleh Prabowo dan Partai Gerindra saat dulu menentukan komposisi capres-cawapres," kata Umam yang juga peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Namun, tambah Umam, Prabowo dan Sandi yang jadi satu paket capres-cawapres akan menguntungkan Gerindra dalam pemilu legislatif. Persoalan lain yang dihadapi Prabowo-Sandi, menurut Umam, sebagai penantang mereka belum menemukan formula politik yang ampuh untuk mendelegitimasi kredibilitas politik pemerintahan Joko Widodo di hadapan publik.
Tim Prabowo-Sandi belum mampu mengoptimalkan kemampuan analisa kritisnya untuk menemukan titik-titik lemah kebijakan pejawat. "Belum ada argumentasi 'genuine' dan memadai yang bisa dioptimalkan untuk memobilisasi opini publik guna bersama-sama mengoreksi kebijakan pemerintahan saat ini," kata Umam.