Selasa 30 Oct 2018 05:25 WIB

Mendagri Terbuka Evaluasi Sistem Pilkada Langsung

Tjahjo tetap meyakini sistem Pilkada langsung merupakan langkah terbaik.

Mendagri Tjahjo Kumolo memberikan keterangan usai rapat koordinasi (rakor) pengamanan Pemilu 2019 di Auditorium PTIK, Jakarta, Kamis (13/9).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mendagri Tjahjo Kumolo memberikan keterangan usai rapat koordinasi (rakor) pengamanan Pemilu 2019 di Auditorium PTIK, Jakarta, Kamis (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya terbuka untuk mendiskusikan evaluasi sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung. Usulan evaluasi itu seperti yang pernah diutarakan oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.

Namun, Tjahjo tetap meyakini sistem pilkada langsung merupakan langkah terbaik dalam memilih pemimpin di daerah. "Silakan kalah mau mendiskusikannya, Kemendagri terbuka. Silakan pemerintah, KPU, parpol, dan DPR kalau mau membahas ulang, namun aturannya selama ini sudah bagus," kata Tjahjo usai acara Seminar Nasional "Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan dalam Meningkatkan Nilai ke-Indonesia", di Jakarta, Senin (29/10).

Baca Juga

Dia menilai perlu waktu panjang apabila ingin mengevaluasi sistem Pilkada lalu dikembalikan mekanisme pemilihannya di DPRD. Menurut dia, sistem Pilkada langsung selama ini sudah bagus karena rakyat diberikan kewenangan untuk memilih dan apabila ada kekurangan bisa dilakukan perbaikan.

"Apabila ada satu atau dua orang kepala daerah terjerat korupsi, itu tidak bisa dipukul rata. Soal ada usulan perbaiki dan perkuat sistem serta mengoptimalkan, mari dilakukan karena tidak masalah," katanya.

Sebelumnya, Bambang Soesatyo atau Bamsoet menilai pilkada langsung adalah akar masalah para kepala daerah melakukan hal yang tidak terpuji seperti korupsi dan penyalahgunaan wewenang karena biaya politik yang sangat tinggi. Menurut dia, berdasarkan kesimpulan tim ahli DPR dengan dan kajian, politik berbiaya tinggi yang ditimbulkan karena pemilihan langsung menjadi akar persoalan korupsi kepala daerah tidak pernah selesai.

"Berdasarkan 'kacamata' pribadi saya dan kajian kami di DPR, kesimpulannya adalah bahwa akar persoalannya ada di pemilihan langsung mengeluarkan biaya yang tinggi," ujarnya.

Dia menyarankan adanya sistem berdemokrasi secara elegan dan tidak pragmatis yaitu dengan pemilihan kepala daerah di DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Menurut dia dengan pemilihan di DPRD, penegak hukum lebih mudah mengawasi 50-60 anggota DPRD yang memilih kepala daerah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement